Dalam pekembangan
psikologi sebagai sebuah ilmu, terdapat beberapa aliran yang memarnai dan
mendominasi serta mencetuskan ilmu psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang
ilmiah. Aliran pertama (strukturalisme)
yang merupakan aliran paling awal dan di sepakati sebagai tahun kelahiran ilmu
psikologi itu sendiri. Wilhelm Wundt, seorang psikolog dari jerman, mendirikan
laboratorium psikologi pertama tahun 1987 yang menjadi dasar kelahiran ilmu
psikologi. pada perkembangan awal ini, Wundt diklasifikasikan sebagai seorang
yang beraliran strukturalisme. Pada perkembangan selanjutnya, aliran
strukturalisme ini tidak bisa bertahan, bahkan lenyap dikemudian hari.
Aliran kedua (Fungsionalisme), aliran ini berkembang di Amerika
Serikat dengan tokoh utamanya adalah William James. Aliran fungsionalisme
dengan strukturalisme mempunyai pandangan yang bertolak belakang dalam
menganalisis perilaku. Jika aliran strukturalisme menyatakan bahwa perilaku
harus dikaji dalam setiap elemen-elemennya, aliran gunsionalisme berpendapat
bahwa, tidak perlu mengkaji elemen-element mengapa seorang berperilaku, tetapi
yang perlu dikaji adalah tujuan dari perilaku tersebut. Dikemudian hari aliran
ini pun lenyap, tetapi pengaruhnya masih ada pada aliran-aliran dalam psikologi
selanjutnya.
Aliran ketiga adalah
pikoanalisis. Aliran ini, pada awal perkembangan psikologi adalah sebuah aliran
yang berjaya, apalagi dalam menangani kasus-kasus klinis. Tetapi dasar ilmiah
dari aliran ini masih dipertanyakan sampai sekarang. Walaupun keberadaan aliran
ini masih eksis hingga saat ini, tetapi mulai terdesak oleh perkembangan
aliran-aliran baru yang berkembang, yang jelas lebih ilmiah.
Di bawah ini dijelaskan
secara singkat, ketiga aliran tersebut diatas:
Strukturalisme
Di Amerika, ide-ide
Wundt dipopulerkan dengan cara yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa oleh
salah satu muridnya, E.B. Titchener (1867-1927) yang menyebut pendekatan Wundt
dengan nama strukturalisme. Seperti Wundt, pada strukturalis berharap
dapat menganalisis berbagai sensasi, gambaran, dan perasaan kedalam
elemen-elemen dasar. Sebagai contoh, ketika seseorang diminta mendengarkan
bunyi metronom dan melaporkan secara tepat apa yang mereka dengar. Kebanyakan
orang menyatakan bahwa mereka menangkap sebuah pola (seperti KLIK klik klik KLIK
klik klik), meskipun semua bunyi klik dari sebuah metronom tersebut pada
kenyataannya sama. Atau seseorang juga bisa diminta menguraikan semua komponen
cita rasa yang berbeda-beda ketika menggigit sebuah jeruk (manis, asam, basah,
dan sebagainya).
Terlepas dari program
penelitian yang intensif, strukturalisme mengalami nasib yang sama seperti
kisah dinasourus. Setelah anda menemukan struktur-struktur pembangun sensasi
atau imaji dan bagaimana mereka saling berkaitan, lalu bagaimana?
Bertahun-tahun kemudian, setelah strukturalisme mati, Wolfgang Kohler (1959)
teringat kembali tentang bagaimana ia dan para rekan merespon hal itu ketika
masih menjadi mahasiswa ”apa yang dulu menunggu kami adalah”….dampaknya,
bahwa kehidupan manusia yang tampaknya begitu berwarna dan sangat dinamis,
ternyata hanyalah sesuatu yang membosankan.
Kepercayaan
strukturalisme pada introspeksi yang dilakukan oleh para partisipan juga
menimbulkan masalah bagi mereka. Terlepas dari pelatihan yang telah diperoleh,
para partisipan yang melakukan introspeksi itu kerap memberikan laporan-laporan
yang saling bertentangan antara satu sama lain. Ketika ditanyai gambaran apa
yang muncul benaknya ketika mendengar kata segitiga, kebanyakan
responden menjawab bahwa mereka membayangkan suatu bentuk visual yang mempunyai
sudut-sudut yang sama; sedangkan responden lainnya mengatakan melihat bentuk
warna yang melingkar dengan satu sudut lebih besar daripada sudut yang lainnya.
Sejumlah orang bahkan mengaku bahwa mereka bisa memikirkan segitiga tanpa sama sekali
membentuk bayangan visual. Karena itu, sulit untuk mengetahui atribut mental
apakah yang mendasar bagi sebuah segitiga.
Fungsionalisme
Aliran
fungsionalisme merupakan
aliran psikologi yang pernah sangat dominan pada masanya, dan merupakan hal
penting yang patut dibahas dalam mempelajari psikologi. Pendekatan
fungsionalisme berlawanan dengan pendahulunya, yaitu strukturalisme. Aliran
fungsionalisme juga keluar dari pragmatism sebagai sebuah filsafat.
Aliran fungsionalisme
berbeda dengan psikoanalisa, maupun psikologi analytis, yang berpusat kepada
seorang tokoh. Fungsionalisme memiliki macam-macam tokoh antara lain Willian
James, John Dewey, J.R.Anggell dan James Mc.Keen Cattell.
Fungsionalisme memandang bahwa pikiran, proses
mental, persepsi indrawi, dan emosi adalah adaptasi organisme biologis.
Fungsionalisme lebih menekankan pada fungsi-fungsi dan bukan hanya fakta-fakta
dari fenomena mental, atau berusaha menafsirkan fenomena mental dalam kaitan
dengan peranan yang dimainkannya dalam kehidupan.
Fungsionalisme juga
memandang bahwa psikologi tak cukup hanya mempersoalkan apa dan mengapa terjadi
sesuatu (strukturalisme) tetapi juga mengapa dan untuk apa (fungsi) suatu
tingkah laku tersebut terjadi. Fungsionalisme lebih menekankan pada aksi dari
gejala psikis dan jiwa seseorang yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan
dan berfungsi untuk penyesuaian diri psikis dan sosial.
Aliran fungsionalisme
memiliki beberapa ciri khas, sebagai berikut:
Menekankan pada fungsi
mental dibandingkan dengan elemen-elemen metal.
Fungsi-fungsi
psikologis adalah adaptasi terhadap lingkungan sebagaimana adaptasi biologis
Darwin. Kemampuan individu untuk berubah sesuai tuntutan dalam hubungannya
dengan lingkungan adalah sesuatu yang terpenting.
Sangat memandang penting
aspek terapan atau fungsi dari psikologi itu sendiri bagi berbagai bidang dan
kelompok manusia.
Aktivitas mental tidak
dapat dipisahkan dari aktivitas fisik, maka stimulus dan respons adalah suatu
kesatuan.
Psikologi sangat
berkaitan dengan biologi dan merupakan cabang yang berkembang dari
biologi. Maka pemahaman tentang anatomi dan fungsi fisiologis akan sangat
membantu pemahaman tentang fungsi mental.
Menerima berbagai
metode dalam mempelajari aktivitas mental manusia, meskipun sebagian besar
riset dilakukan di Univ. Chicago ( pusat perkembangan fungsionalisme)
menggunakn metode eksperimen, pada dasarnya aliran fungsionalisme tidak
berpegang pada satu metode inti. Metode yang digunakan sangat tergantung dari
permasalahan yang dihadapi.
Psikoanalisis
Aliran ini menyatakan
bahwa struktur dasar kepribadian manusia sudah terbentuk pada usia lima tahun.
Freud membagi struktur kepribadian dalam tiga komponen, yaitu id, ego, dan superego. Perilaku seseorang merupakan hasil
interaksi antara ketiga komponen tersebut. Id merupakan sumber dari insting
kehidupan (makan, minum, tidur) dan insting agresif yang menggerakkan tingkah
laku. Id berorientasi pada prinsip kesenangan. Ego
sebagai sistem kepribadian yang terorganisasi, rasional, dan berorientasi pada
prinsip realitas. Superego merupakan komponen moral kepribadian yang terkait
dengan norma di masyarakat mengenai baik-buruk atau benar-salah. Superego
berfungsi untuk merintangi dorongan id, terutama dorongan seksual dan sifat
agresif, juga mendorong ego untuk menggantikan tujuan realistik dengan tujuan
moralistik, serta mengejar kesempurnaan.
Tesis-tesis
tentang hakikat manusia dari aliran Psikoanalisis adalah bahwa: Perilaku pada masa
dewasa berakar pada pengalaman masa kanak-kanak,- Sebagaian besar perilaku terintegrasi
melalui proses mental yang tidak disadari,- Pada dasarnya manusia memiliki
kecenderungan yang sudah diperoleh sejak lahir, terutama kecenderungan
mengembangkan diri melalui dorongan libido dan agresifitasnya,- Secara umum
perilaku manusia bertujuan dan mengarah pada tujuan untuk meredakan ketegangan,
menolak kesakitan dan mencari kenikmatan,- Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan
seksual mengarah pada perilaku neurosis,- Pembentukan simpton merupakan bentuk
defensive,- Pengalaman tunggal hanya dipahami dengan melihat keseluruhan
pengalaman seseorang,- Latihan pengalaman dimasa kanak-kanak berpengaruh
penting pada perilaku masa dewasa dan diulangi pada transferensi selama proses
perilaku.
Pandangan psikoanalisis
memberi implikasi yang sangat luas terhadap konseling dan psikoterapi,
khususnya dalam aspek tujuan yang hendak dicapai serta prosedur yang dapat
dikembangkan.
Gestalt
adalah sebuah teori yang
menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi
yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt
beroposisi terhadap teori strukturalisme Wundt. Teori gestalt cenderung
berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Psikologi
Gestalt berasal dari
bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang utuh.
Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah
bagian-bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan
mengakibatkan hilangnya gestalt itu sendiri. Istilah “Gestalt” mengacu pada
sebuah objek/figur yang utuh dan berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya.
Sejalan dengan itu,
gestalt menunjukkan premis dasar sistem psikologi yang mengonseptualisasi
berbagai peristiwa psikologis sebagai fenomena yang terorganisasi, utuh dan
logis. Pandangan ini menjelaskan integritas psikologis aktivitas manusia yang
jelas. Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan
identitas jika dianalisis menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang
telah ada sebelumnya.
Sejarah dan latar
belakang psikologi gestalt
Aliran Gestalt muncul
di Jerman sebagai kritik terhadap strukturalisme Wundt. Pandangan Gestalt
menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil
karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk
kesatuannya juga hilang.
Teori ini dibangun oleh
tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler.
Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat
dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Psikologi gestalt
adalah gerakan jerman yang secara langsung menantang psikologi strukturalisme
Wundt. Para gestaltis mewarisi tradisi psikologi aksi dari Brentano, Stumpf dan
akademi Wurzburg di jerman, yang berupaya mengembangkan alternatif bagi model
psikologi yang diajukan oleh model ilmu pengetahuan alam reduksionistik dan
analitik dari Wundt.
Gerakan gestalt lebih
konsisten dengan tema utama dalam filsafat jerman yakni aktivitas mental dari
pada sistem Wundt. Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori nativistik yang mengatakan bahwa organisasi aktivitas
mental membuat individu berinteraksi dengan lingkungannya melalui cara-cara
yang khas. Sehingga tujuan psikologi gestalt adalah menyelidiki
organisasi aktivitas mental dan mengetahui secara tepat karakteristik interaksi
manusia-lingkungan.
Hingga pada tahun 1930,
gerakan gestalt telah berhasil menggantikan model wundtian dalam psikologi
Jerman. Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung lama kerena
munculnya hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut hijrah ke
Amerika.
Psikologi gestalt
diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting, yaitu Max
Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Ketiganya dididik dalam atmosfer
intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di Jerman, dan ketiganya
melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke Amerika.
Tetapi di Amerika
psikologi gestalt tidak memperoleh dominasi seperti di Jerman. Hal ini
dikarenakan psikologi Amerika telah berkembang melalui periode fungsionalisme
dan pada tahun 1930-an didominasi oleh behaviorisme. Oleh karena itu, kerangka
psikologi gestalt tidak sejalan dengan perkembangan-perkembangan di Amerika.
Tokoh dan pemikiran
Psikologi Gestalt
Max Wertheimer
(1880-1943)
Belajar pada Kuelpe,
seorang tokoh aliran Wuerzburg. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler
(1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya
menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt
bersama-sama dnegan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di
sana.
Konsep pentingnya: phi phenomenon (bergeraknya
obyek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam
waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi).
Dengan konsep ini,
Wertheimer menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita
terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik, tetapi
proses mental. Dengan pernyataan ini ia menentang pendapat Wundt yang menunjuk
pada proses fisik sebagai penjelasan phi phenomenon.
Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan Gestalt
diaplikasikan dalam field psychology dari Kurt Lewin. Lewin adalah salah
seorang ahli yang sangat kuat menganjurkan pemahaman tentang lapangan
psikologis seseorang.
Lewin lahir di Jerman,
lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi tahun 1914. Ia
banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Koehler dan
mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler
berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat.
Ia menjadi professor di Cornell University dan menjadi Director of the
Research Center for Group Dynamics di Massacusetts Institute of Technology
(MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun.
Konsep utama
Lewin adalah Life
Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak.
Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna
dan menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adlaah
meramalkan perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis
dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi
atas bagian-bagian memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahamis ebagai
sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai
tujuan (goal) disebut locomotion.
Dalam lapangan
psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu
mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium),
maka terjadi ketegangan (tension). Perilaku individu akan segera tertuju
untuk meredakan ketegangan ini dan mengembalikan keseimbangan.
Apabila individu
menghadapi suatu obyek, maka bagaimana valensi dari nilai tersebut bagi si
individu akan menentukan gerakan individu. Pada umumnnya individu akan
mendekati obyek yang bervalensi positif dan menjauhi obyek yang bervalensi
negatif. Dalam usahanya mendekati obyek bervalensi positif, sangat mungkin ada
hambatan. Hambatan ini mungkin sekali menjadi obyek yang bervalensi negatif
bagi individu. Arah individu mendekati/menjauhi tujuan disebut vektor. Vektor
juga memiliki kekuatan dan titik awal berangkat.
Dengan konsep vektor,
daya, dan valensi ini Lewin menjelaskan teorinya mengenai tiga jenis konflik (approach-approach,
approach-avoidance, dan avoidance-avoidance).
Aplikasi teori Lewin
banyak dilakukan dalam konteks dinamika kelompok. Dasar berpikirnya adalah
kelompok dianalogikan dengan individu. Maka perilaku kelompok menjadi fungsi
dari lingkungan, dimana salah satu faktornya adalah para anggota kelompok dan
hubungan interpersonal mereka. Apabila hubungan ini bervalensi negatif, maka
perilaku anggota akan menjauhinya dan dengan demikian tujuan kelompok semakin
tidak tercapai. Sebaliknya, hubungan yang baik akan membuat anggota saling
mendekati sehingga memungkinkan kerjasama yang lebih baik dalam mencapai tujuan
kelompok.
Kritik untuk teori
Lewin berfokus pada konstruk-konstruknya yang dianggap hipotetis dan sulit
dikongkritkan dalam situasi eksperimental. Implikasinya adalah penjelasan Lewin
sulit sampai pada level explanatory dan sifatnya deskriptif.
Prinsip
Teori-Teori Gestalt
Prinsip-prinsip teori
gestalt adalah:
Interaksi antara
individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia
sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan
fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi
makna yang dibentuk.
Prinsip-prinsip
pengorganisasian:
Principle of
Proximity: Organisasi
berdasarkan kedekatan elemen
Principle of
Similarity:
Organisasi berdasarkan kesamaan elemen
Principle of
Objective Set:
Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya
Principle of
Continuity:
Organisasi berdasarkan kesinambungan pola
Principle of
Closure/ Principle of Good Form:
Organisasi berdasarkan “bentuk yang sempurna”
Principle of Figure
and Ground:
Organisasi berdasarkan persepsi terhadap bentuk yang lebih menonjol dan
dianggap sebagai “figure”. Dimensi penting dalam persepsi figur dan obyek
adalah hubungan antara bagian dan figure, bukan karakteristik dari bagian itu
sendiri. Meskipun aspek bagian berubah, asalkan hubungan bagian-figure tetap,
persepsi akan tetap. Contoh : perubahan nada tidak akan merubah persepsi
tentang melodi.
Principle of
Isomorphism:
Organisasi berdasarkan konteks.
Aplikasi dan Implikasi
Teori Gestalt
Aplikasi:
1. Belajar
Proses belajar adalah
fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi
reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi,
seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Beberapa
prinsip belajar yang penting,
antara lain:
Manusia bereaksi dengan
lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga
secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya.
Belajar adalah
penyesuaian diri dengan lingkungan.
Manusia berkembang
sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala
aspek-aspeknya.
Belajar adalah
perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
Belajar hanya berhasil,
apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
Tidak mungkin ada
belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan yang
mengerakan seluruh organisme.
Belajar akan berhasil
kalau ada tujuan.
Belajar merupakan suatu
proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Belajar sangat
menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga
relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan.
Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan
lengkap. Kemudian bagaiman seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut J.
Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
Realisasi adanya
masalah. Jadi harus memehami apa masalahnya dan juga harus dapat
merumuskan
Mengajukan hipotesa,
sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
Mengumpulkan data atau
informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
Menilai dan mencobakan
usah pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh.
Mengambil kesimpulan,
membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.
2. Insight
Pemecahan masalah
secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai
dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu
menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi.
Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh
Koehler dalam eksperimen yang sistematis.
3. Memory
Hasil persepsi terhadap
obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini
akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek.
Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara
eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh
gosip/rumor.
Pandangan Gestalt cukup
luas diakui di Jerman namun tidak lama exist di Jerman karena mulai didesak
oleh pengaruh kekuasaan Hitler yang berwawasan sempit mengenai keilmuan. Para
tokoh Gestalt banyak yang melarikan diri ke AS dan berusaha mengembangkan
idenya di sana. Namun hal ini idak mudah dilakukan karena pada saat itu di AS
didominasi oleh pandangan behaviorisme. Akibatnya psikologi gestalt diakui
sebagai sebuah aliran psikologi namun pengaruhnya tidak sekuat behaviorisme.
Meskipun demikian, ada
beberapa hal yang patut dicatat sebagai implikasi dari aliran Gestalt.
Implikasi Gestalt:
Pendekatan
fenomenologis menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan
pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat
mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak,
namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.
Pandangan Gestalt
menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk menggali
proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual
field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental
seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi. Tokoh : Tolman dan
Koehler.
Psikologi Gestalt
Defenisi
Gestalt adalah sebuah
teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian
komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan
menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme Wundt.
Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi
bagian-bagian kecil.
Psikologi Gestalt berasal
dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang
utuh. Suatu gestalt dapat
berupa objek yang berbeda dari jumlah bagian-bagiannya. Semua penjelasan
tentang bagian-bagian objek akan mengakibatkan hilangnya gestalt itu sendiri. Istilah “Gestalt” mengacu pada
sebuah objek/figur yang utuh dan berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya.
Sejalan dengan itu, gestalt menunjukkan premis dasar sistem psikologi yang
mengonseptualisasi berbagai peristiwa psikologis sebagai fenomena yang
terorganisasi, utuh dan logis. Pandangan ini menjelaskan integritas psikologis
aktivitas manusia yang jelas. Menurut para gestaltis,
pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika dianalisis menjadi
komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada sebelumnya.
Sejarah dan latar
belakang psikologi gestalt
Aliran Gestalt
muncul di Jerman sebagai kritik terhadap strukturalisme Wundt. Pandangan
Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih
kecil karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk
kesatuannya juga hilang.
Teori ini dibangun oleh
tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler.
Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat
dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Psikologi gestalt adalah gerakan jerman yang secara
langsung menantang psikologi strukturalisme Wundt. Para gestaltis mewarisi
tradisi psikologi aksi dari Brentano, Stumpf dan akademi Wurzburg di jerman,
yang berupaya mengembangkan alternatif bagi model psikologi yang diajukan oleh
model ilmu pengetahuan alam reduksionistik dan analitik dari Wundt.
Gerakan gestalt lebih
konsisten dengan tema utama dalam filsafat jerman yakni aktivitas mental dari
pada sistem Wundt. Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori
nativistik yang mengatakan bahwa organisasi aktivitas mental membuat individu
berinteraksi dengan lingkungannya melalui cara-cara yang khas. Sehingga tujuan
psikologi gestalt adalah menyelidiki organisasi aktivitas mental dan mengetahui
secara tepat karakteristik interaksi manusia-lingkungan.
Hingga pada tahun 1930,
gerakan gestalt telah berhasil menggantikan model wundtian dalam psikologi
Jerman. Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung lama kerena
munculnya hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut hijrah ke
Amerika.
Psikologi gestalt
diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting, yaitu Max
Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Ketiganya dididik dalam atmosfer
intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di Jerman, dan ketiganya
melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke Amerika.
Tetapi di Amerika
psikologi gestalt tidak memperoleh dominasi seperti di Jerman. Hal ini
dikarenakan psikologi Amerika telah berkembang melalui periode fungsionalisme
dan pada tahun 1930-an didominasi oleh behaviorisme. Oleh karena itu, kerangka
psikologi gestalt tidak sejalan dengan perkembangan-perkembangan di Amerika.
Tokoh dan pemikiran
Psikologi Gestalt
Max Wertheimer
(1880-1943)
Belajar pada Kuelpe,
seorang tokoh aliran Wuerzburg. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler
(1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya
menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt
bersama-sama dnegan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di
sana.
Konsep pentingnya: phi
phenomenon (bergeraknya obyek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis
setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan
manusia melakukan interpretasi).
Dengan konsep ini,
Wertheimer menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita
terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik, tetapi
proses mental. Dengan pernyataan ini ia menentang pendapat Wundt yang menunjuk
pada proses fisik sebagai penjelasan phi phenomenon.
Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan Gestalt
diaplikasikan dalam field psychology dari Kurt Lewin. Lewin adalah salah
seorang ahli yang sangat kuat menganjurkan pemahaman tentang lapangan
psikologis seseorang.
Lewin lahir di Jerman,
lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi tahun 1914. Ia
banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Koehler dan
mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler
berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat.
Ia menjadi professor di Cornell University dan menjadi Director of the
Research Center for Group Dynamics di Massacusetts Institute of Technology
(MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun.
Konsep utama Lewin
adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan
bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang
bermakna dan menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adlaah
meramalkan perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis
dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi
atas bagian-bagian memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahamis ebagai
sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai
tujuan (goal) disebut locomotion.
Dalam lapangan
psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu
mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium),
maka terjadi ketegangan (tension). Perilaku individu akan segera tertuju
untuk meredakan ketegangan ini dan mengembalikan keseimbangan.
Apabila individu
menghadapi suatu obyek, maka bagaimana valensi dari nilai tersebut bagi si
individu akan menentukan gerakan individu. Pada umumnnya individu akan
mendekati obyek yang bervalensi positif dan menjauhi obyek yang bervalensi
negatif. Dalam usahanya mendekati obyek bervalensi positif, sangat mungkin ada
hambatan. Hambatan ini mungkin sekali menjadi obyek yang bervalensi negatif
bagi individu. Arah individu mendekati/menjauhi tujuan disebut vektor. Vektor
juga memiliki kekuatan dan titik awal berangkat.
Dengan konsep vektor,
daya, dan valensi ini Lewin menjelaskan teorinya mengenai tiga jenis konflik (approach-approach,
approach-avoidance, dan avoidance-avoidance).
Aplikasi teori Lewin
banyak dilakukan dalam konteks dinamika kelompok. Dasar berpikirnya adalah
kelompok dianalogikan dengan individu. Maka perilaku kelompok menjadi fungsi
dari lingkungan, dimana salah satu faktornya adalah para anggota kelompok dan
hubungan interpersonal mereka. Apabila hubungan ini bervalensi negatif, maka
perilaku anggota akan menjauhinya dan dengan demikian tujuan kelompok semakin
tidak tercapai. Sebaliknya, hubungan yang baik akan membuat anggota saling
mendekati sehingga memungkinkan kerjasama yang lebih baik dalam mencapai tujuan
kelompok.
Kritik untuk teori
Lewin berfokus pada konstruk-konstruknya yang dianggap hipotetis dan sulit
dikongkritkan dalam situasi eksperimental. Implikasinya adalah penjelasan Lewin
sulit sampai pada level explanatory dan sifatnya deskriptif.
Prinsip Teori-Teori Gestalt
Prinsip-prinsip teori
gestalt adalah:
Interaksi antara
individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia
sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan
fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini
mempengaruhi makna yang dibentuk.
Prinsip-prinsip
pengorganisasian:
Principle of
Proximity: Organisasi
berdasarkan kedekatan elemen
Principle of
Similarity:
Organisasi berdasarkan kesamaan elemen
Principle of
Objective Set:
Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya
Principle of
Continuity:
Organisasi berdasarkan kesinambungan pola
Principle of
Closure/ Principle of Good Form:
Organisasi berdasarkan “bentuk yang sempurna”
Principle of Figure
and Ground:
Organisasi berdasarkan persepsi terhadap bentuk yang lebih menonjol dan
dianggap sebagai “figure”. Dimensi penting dalam persepsi figur dan obyek
adalah hubungan antara bagian dan figure, bukan karakteristik dari bagian itu
sendiri. Meskipun aspek bagian berubah, asalkan hubungan bagian-figure tetap,
persepsi akan tetap. Contoh : perubahan nada tidak akan merubah persepsi
tentang melodi.
Principle of
Isomorphism:
Organisasi berdasarkan konteks.
Aplikasi dan Implikasi
Teori Gestalt
Aplikasi:
Belajar
Proses belajar adalah
fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi
reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi,
seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Beberapa prinsip
belajar yang penting, antara lain:
Manusia bereaksi dengan
lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga
secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya.
Belajar adalah
penyesuaian diri dengan lingkungan.
Manusia berkembang
sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala
aspek-aspeknya.
Belajar adalah
perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
Belajar hanya berhasil,
apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
Tidak mungkin ada
belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan yang
mengerakan seluruh organisme.
Belajar akan berhasil
kalau ada tujuan.
Belajar merupakan suatu
proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Belajar sangat
menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga
relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan.
Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan
lengkap. Kemudian bagaiman seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut J.
Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
Realisasi adanya
masalah. Jadi harus memehami apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan
Mengajukan hipotesa, sebagai
suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
Mengumpulkan data atau
informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
Menilai dan mencobakan
usah pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh.
Mengambil kesimpulan,
membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.
Insight
Pemecahan masalah
secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai
dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu
menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi.
Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh
Koehler dalam eksperimen yang sistematis.
Memory
Hasil persepsi terhadap
obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini
akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek.
Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara
eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh
gosip/rumor.
Pandangan Gestalt cukup
luas diakui di Jerman namun tidak lama exist di Jerman karena mulai didesak
oleh pengaruh kekuasaan Hitler yang berwawasan sempit mengenai keilmuan. Para
tokoh Gestalt banyak yang melarikan diri ke AS dan berusaha mengembangkan
idenya di sana. Namun hal ini idak mudah dilakukan karena pada saat itu di AS
didominasi oleh pandangan behaviorisme. Akibatnya psikologi gestalt diakui
sebagai sebuah aliran psikologi namun pengaruhnya tidak sekuat behaviorisme.
Meskipun demikian, ada
beberapa hal yang patut dicatat sebagai implikasi dari aliran Gestalt.
Implikasi Gestalt:
Pendekatan
fenomenologis menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan
pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat
mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak,
namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.
Pandangan Gestalt
menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk menggali
proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual
field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental
seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi. Tokoh : Tolman dan
Koehler.
Dalam literatur psikologi pada umumnya para ahli ilmu ini berpendapat
bahwa penentu perilaku utama manusia dan corak kepribadian adalah keadaan
jasmani, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan. Determinan tri dimensional
ini (organo biologi, psikoedukasi, dan sosiokultural) merupakan determinan yang
banyak dianut oleh ahli psikologi dan psikiatri. Dalam hal ini unsur ruhani
sama sekali tidak masuk hitungan karena dianggap termasuk penghayatan subjektif
semata-mata.
Selain itu psikologi apapun alirannya menunjukkan bahwa filsafat yang
mendasarinya bercorak antroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai pusat
segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama segala peristiwa
yang menyangkut masalah manusia. Pandangan ini mengangkat derajat manusia
teramat tinggi ia seakan-akan memiliki kausa prima yang unik, pemilik akal budi
yang sangat hebat, serta memiliki kebebasan penuh untuk berbuat apa yang
dianggap baik dan sesuai baginya.
Sampai dengan penghujung abad ini terdapat empat aliran besar psikologi,
yakni : Psikoanalisis, psikologi Perilaku, Psikologi Humasnistik, Psikologi
Transpersonal. Masing-masing aliran meninjau manusia dari sudut pandang yang
berlainan, dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi
dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat
mengenai manusia.
Psikoanalisis
Pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856-1839), seorang neurolog
berasal dari Austria, keturunan Yahudi. Teori yang dikembangkan pengalaman
menangani pasien, freud menenmukan ragam dimensi dan prinsip-prinsip mengenai
manusia yang kemudian menyusun teori psikologi yang sangat mendasar, majemuk,
dan luas implikasinya dilingkungan ilmu sosial, humaniora, filsafat, dan agama.
Menurut freud kepribadian manusia terdiri dari 3 sistem yaitu id
(dorongan biologis), Ego (kesadaran terhadap realitas kehidupan), dan Superego
(kesadaran normatif) yang berinter
aksi satu sama lain. Id merupakan potensi yang terbawa sejak lahir yang
berorientasi pada kenikmatan (pleasure principle), menghindari hal-hal yang
tidak menyenangkan, dan menuntut kenikmatan untuk segera dipenuhi. Ego berusaha
memenuhi keinginan dari id berdasarkan kenyataan yang ada (Reality principle).
Sedangkan superego menuntut adanya kesempurnaan dalam diri dan tuntutan yang
bersifat idealitas.
Dalam diri manusia ada 3 tingkatan kesadaran yaitu alam sadar, alam tidak
sadar, dan alam prasadar. Alam kesadaran manusia digambarkan freud sebagai
sebuah gunung es dimana puncaknya yang kecil muncul kepermukaan dianggap
sebagai alam sadar manusia sedangkan yang tidak muncul ke permukaan merupakan
alam ketidaksadaran yang luas dan sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Dan diantara alam sadar dan alam ketidaksadaran terdapat alam prasadar. Dengan
metode asosisi bebas, hipnotis, analisis mimpi, salah ucap, dan tes proyeksi
hal-hal yang terdapat dalam alam prasadar dapat muncul ke alam sadar.
Psikologi Perilaku (behavior)
Aliran ini berpendapat bahwa perilaku manusia sangat ditentukan oleh
kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisioning terhadap manusia
tersebut. Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral, baik atau buruk
dari perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan yang dialami oleh
manusia tersebut. Pendapat ini merupakan hasil dari eksperimen yang dilakukan
oleh sejumlah penelitian tentang perilaku binatang yang sebelumnya
dikondisikan. Aliran perilaku ini memberikan kontribusi penting dengan
ditemukannya asas-asas perubahan perilaku yang banyak digunakan dalam bidang
pendidikan, psikoterapi terutama dalam metode modifikasi perilaku. Asas-asas
dalam teori perilaku terangkum dalam hukum penguatan atau law of enforcement,
yakni :
a. Classical Condtioning
Suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsang
tersebut sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain yang secara alamiah
menimbulkan pola reaksi tersebut. Misalnya bel yang selalu dibunyikan
mendahului pemberian makan seekor anjing lama kelamaan akan menimbulkan air
liur pada anjing itu sekalipun tidak diberikan makanan. Hal ini terjadi
karena adanya asosiasi antara kedua rangsang tersebut.
b. Law of Effect
Perilaku yang menimulkan akibat-akibat yang memuaskan akan cenderung
diulang, sebaliknya bila akibat-akiat yang menyakitkan akan cenderung
dihentikan.
c. Operant Conditioning
Suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan perilaku tersebut
berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh pelaku (penguat positif), atau
mengakibatkan hilangnya hal-hal yang diinginkan (penguat negatif). Di lain
pihak suatu pola perilaku tertentu akan menghilang apabila perilaku tersebut
mengakibatkan hal-hal yang tak menyenangkan (hukuman), atau mangakibatkan
hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan).
d. Modelling
Munculnya perubahan perilaku terjadi karena proses dan penaladanan terhadap
perilaku orang lain yang disenangi (model)
Keempat asas perubahan perilaku tersebut berkaitan dengan proses belajar
yaitu berubahnya perilaku tertentu menjadi perilaku baru
Psikologi Humanistik
Berlainan dengan psikoanalisis yang memandang buruk manusia dan behavior
yang memandang manusia netral, psikologi humanistik berasumsi bahwa pada
dasarnya manusia memiliki potensi-potensi yang baik, minimal lebih banyak baiknya
dari pada buruknya. Aliran ini memfokuskan telaah kualitas-kualitas insani.
Yakni kemampuan khusus manusia yang ada pada manusia, seperti kemampuan
abstraksi, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan diri, dan rasa estetika.
Kualitas ini khas dan tidak dimiliki oleh makhluk lain. Aliran ini juga
memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya
sendiri. Asusmsi ini meunjukkan bahwa manusia makhluk yang sadar dan mandiri,
pelaku yang aktif yang dapat menentukan hampir segalanya.
Salah satu kelompok aliran ini adalah logoterapi yang dikembangkan oleh Viktor Frankl. Logoterapi mengatakan bahwa manusia terdiri dari 2 komponen dasar yaitu dimensi raga (somatis), dan dimensi kejiwaan (psikis) atau dimensi neotic atau sering disebut dengan dimensi keruhanian (spiritual). Menurut Frankl bahwa arti keruhanian ini tidak mengacu pada agama tetapi dimensi ini dianggap inti kemanusiaan dan merupakan sumber dari makna hidup, serta potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa yang selama ini terabaikan oleh telaah psikologi sebelumnya. Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan dari raga-jiwa-ruhani.
Salah satu kelompok aliran ini adalah logoterapi yang dikembangkan oleh Viktor Frankl. Logoterapi mengatakan bahwa manusia terdiri dari 2 komponen dasar yaitu dimensi raga (somatis), dan dimensi kejiwaan (psikis) atau dimensi neotic atau sering disebut dengan dimensi keruhanian (spiritual). Menurut Frankl bahwa arti keruhanian ini tidak mengacu pada agama tetapi dimensi ini dianggap inti kemanusiaan dan merupakan sumber dari makna hidup, serta potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa yang selama ini terabaikan oleh telaah psikologi sebelumnya. Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan dari raga-jiwa-ruhani.
Manusia memiliki hasrat untuk mencari makna hidup, bila seseorang berhasil
menemukan makna hidupnya maka hidupnya akan bahagia demikian sebaliknya bila
tidak menemukannya maka hidupnya akan hampa. Dan menurut frankl kehilangan
makna hidup ini banyak diaami oleh orang-orang yang hidup dalam dunia modern
saat ini.
Psikologi Transpersonal
Aliran ini dikembangkan oleh tokoh dari psikologi hmanistik antara lain :
Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa
aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistik. Sebuah definisi yang
dikemukakan oleh Shapiro yang merupakan gaubungan dari berbagai pendapat
tentang psikologi transpersonal : psikologi transpersonal mengkaji tentang
potensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman,
perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Rumusan
di atas menunjukkan dua unsur penting yang menjadi telaah psikologi
transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan fenomena
kesadaran manusia. The altered states of consciousness adalah pengalaman
seorang melewati kesadaran biasa misalnya pengalaman memasuki dimensi
kebatinan, keatuan mistik, komunikasi batiniah, pengalaman meditasi. Demikian
pula dengan potensi luhur manusia menghasilkan telaah seperti extra sensory
perception,transendensi diri, ectasy , dimensi di atas keadaran, pengalalman
puncak, daya batin dll.
Psikologi transpersonal seperti halnya psikologi humanistik menaruh
perhatian pada dimensi spiritual msnusia yang ternyata mengandung potensi dan
kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi
kontemporer. Perbedaannya dengan psikologi humanistik adalah bila psikologi
humanistik menggali potensi manusia untuk peningkatan hubungan antar manusia,
sedangkan transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif-ransendental,
serta pengalaman luar biasa dari potensi spiritual ini. Kajian transpersonal
ini menunjukkan bahwa aliran ini mencoba mengkaji secara ilmiah terhadap
dimensi yang selama ini dianggap sebagai bidang mistis, kebatinan, yang dialami
oleh kaum agamawan (kyai, pastur, bikhu) atau orang yang mengolah dunia
batinnya. Hasil dari beberapa penelitian tranpersonal menunjukkan bahwa bidang
kebatinan bisa menjadi bidang ilmu dan dapat dikaji secara ilmiah sehingga hal
tersebut penting untuk di kaji lebih dalam dan tidak dianggap sebagai suatu
bid’ah, khurafat, ataupun syirik yang akhirnya membelenggu ilmuwan psikologi
untuk mempelajari potensi yang tertinggi ini.
Sensasi adalah tahap pertama stimuli mengenai
indra kita. Sensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat
pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Menurut Dennis
Coon, “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan
penguraian verbal. Simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan
dengan kegiatan alat indera.”
Definisi sensasi,
fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting.
Kita mengenal lima alat indera atau pancaindera. Kita mengelompokannya pada
tiga macam indera penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi
boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri (internal).
Informasi dari luar diindera oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau
mata). Informasi dari dalam diindera oleh ineroseptor (misalnya, system
peredaran darah). Gerakan tubuh kita sendiri diindera oleg propriseptor
(misalnya, organ vestibular).
Persepsi
Persepsi merupakan pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi
(sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi, seperti juga
sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor lainnya
yang memengaruhi persepsi, yakni perhatian.
Persepsi adalah proses
pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus.
Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Proses
kognisi dimulai dari persepsi.
Perhatian
(Attention)
Perhatian adalah proses
mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesdaran
pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth E. Andersen)
Faktor Eksternal
Penarik Perhatian
Hal ini ditentukan oleh
faktor-faktor situasional personal. Faktor situasional terkadang disebut
sebagai determinan perharian yang bersifat eksternal atau penarik
perhatian (attention getter) dan sifat-sifat yang menonjol, seperti:
Gerakan (Movement)
secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
Intensitas Stimuli
(Stimulus Intensity), kita akan memerharikan stimuli yang menonjol dari stimuli
yang lain.
Kebaruan (Novelty),
hal-hal yang baru dan luar biasa, yang beda, akan menarik perhatian.
Perulangan
(Repeatation), hal-hal yang disajikan berkali-kali bila deisertai sedikit
variasi akan menarik perhatian.
Faktor Internal Penarik
Perhatian
Apa yang menjadi
perhatian kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada
kecenderungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan mendengar apa yang
ingin kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor yang ada dalam diri
kita. Contoh-contoh faktor yang memengaruhi perhatian kita adalah :
Faktor-faktor
Biologis
Faktor-faktor
Sosiopsikologis.
Motif Sosiogenis,
sikap, kebiasaan , dan kemauan, memengaruhi apa yang kita perhatikan.
Kenneth E. Andersen,
menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan
oleh ahli-ahli komunikasi.
Perhatian itu merupakan
proses aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif.
Kita cenderung
memerhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan
kita.
Kita menaruh perhatian
kepada hal-hal tertentu sesuai dengan kepercayaan, sikat, nilai, kebiasaan, dan
kepentingan kita.
Kebiasaan sangat
penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang
secara potensial akan menarik perhatian kita.
Dalam situasi tertentu
kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan
stimuli tertentu yang ingin kita abaikan
Walaupun perhatian
kepada stimuli berarti stimuli tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam
kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepi kita akan betul-betul
cermat.
Perhatian tergantung
kepada kesiapan mental kita,
Tenaga-tenaga motivasional
sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi.
Intesitas perhartian
tidak konstan
Dalam hal stimuli yang
menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan.
Usaha untuk mencurahkan
perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut
perhatian
Kita mampu menaruh
perhatian pada berbagai stimuli secara serentak.
Perubahan atau variasi
sangat penting dalam menarik dan memertahankan perhatian
Faktor-faktor
Fungsional yang Menentukan Persepsi
Faktor fungsional
berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang termasuk apa
yang ingin kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi
bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memeberikan
respons pada stimuli itu.
Kerangka Rujukan (Frame
of Reference)
Sebagai kerangka rujukan. Mula-mula
konsep ini berasal dari penelitian psikofisik yang berkaitan dengan persepsi
objek. Dalam eksperimen psikofisik, Wever dan Zener menunjukan bahwa penilaian
terhadap objek dalam hal beratnya bergantung pada rangkaian objek yang
dinilainya. Dalam kegiatan komunikasi kerangka rujukan memengaruhi bagaimana
memberi makna pada pesan yang diterimanya.
Faktor-faktor
Struktural yang Menentukan Persepsi
Faktor-faktor
struktural berasal semata-mara dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf
yang ditimbulkanny pada system saraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti
Kohler, Wartheimer, dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang
bersifat structural. Prinsip-prinsip ini kemundian terkenal dengan nama teori
Gestalt. Menurut teori Gestalt, mempersepsi sesuatu, kita mempersepsikannya
sebagai suatu keseluruhan. Dengan kata lain, kita tidak melihat
bagian-bagiannya. Jika kia ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat
meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan
keseluruhan.
Krech dan
Crutchfield merumuskan dalil persepsi, menjadi empat bagian:
Dalil persepsi 1:
Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Berarti objek-objek yang
mendapatkan tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi
tujuan individu yang melakukan persepsi
Dalil persepsi 2 :
Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita
mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang kita
terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprestasi yang
konsisten dengan rangkaian stimuli yang kita persepsi.
Dalil persepsi 3 :
Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya
oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai
anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok
akan diperngaruhi oleh keanggotaan kelompolmua dengan efek berupa asimilasi atau
kontras.
Dalil persepsi 4 :
Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu
sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil
ini umumnya betul-betul bersifat structural dalam mengelompokkan objek-objek
fisik, seperti titik, garis, atau balok.
Pada persepsi sosial,
pengelompokan tidak murni structural; sebab apa yang dianggap sama atau
berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan dengan
individu yang lainnya. Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering
dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya, atau mengakrabkan
diri dengan orang-orang yang punya prestise tinggi. Jadi, kedekatan dalam ruang
dan waktu menyebabkan stimuli ditangapi sebagai bagian dari struktur yang sama.
Kecenderungan untuk mengelompokan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan
adalah hal yang universal.
Memori
Dalam komunikasi
Intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam memengaruhi baik persepsi
maupun berpikir. Memori adalah system yang sangat berstruktur, yang menyebabkan
organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya
untuk membimbing perilakunya (Schlessinger dan Groves). Memori meleawai tiga
proses:
Perekaman (encoding)
adalah pencatatan informasi melalui reseptor inera dan sirkit saraf
internal.
Penyimpanan (strorage)
adalah menentukan berapa lama informasi itu berada berserta kita, dalam bentuk
apa, dan di mana.
Pemanggilan (retrieval),
dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang
disimpan.
Jenis-jenis Memori
Pemanggilan diketahui
dengan empat cara:
Pengingatan (Recall),
Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim
(kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.
Pengenalan (Recognition),
Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta;lebih mudah
mengenalnya.
Belajar lagi (Relearning),
Menguasai kembali pelajaran yang sudah kita peroleh termasuk pekerjaan
memori.
Redintergrasi (Redintergration),
Merekontruksi seluruh masa lalu dari satu petunjuk memori kecil.
Mekanisme Memori
Ada tiga teori yang
menjelaskan memori:
Teori Aus (Disuse
Theory), memori hilang karena waktu. William James, juga Benton J.
Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “the more memorizing one does,
the poorer one’s ability to memorize” – makin sering mengingat, makin jelek
kemampuan mengingat.
Teori Interferensi (Interference
Theory), Memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan
pada menja lilin atau kanvas itu. Ada 5 hal yang menjadi hambatan terhapusnya
rekaman : Interferensi, inhibisi retroaktif (hambatan kebelakang), inhibisi
proaktif (hambatan kedepan), hambatan motivasional, dan amnesia.
Teori Pengolahan
Informasi ( Information Processing Theory), menyatakan bahwa informasi
mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian
masuk short-term memory (STM, memory jangka pendek; lalu dilupakan atau
dikoding untuk dimasukan pada Long-Term Memory (LTM, memori jangka
panjang).
Proses berpikir
merupakan proses yang kompleks dan tidak dapat dilihat secara langsung
bagaimana otak bekerja dan informasi di olah. Informasi yang diterima melalui
alat indera akan dipersepsikan oleh bagian-bagian yang berfungsi secara khusus.
Menurut Suharnan, 2005 persepsi
adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan
dalam ingatan) untuk mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus
(rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti, mata, telinga dan hidung.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa persepsi adalah
proses penginterpretasian informasi yang diterima menggunakan alat indera.
Ada 3 aspek yang
relevan dalam persepsi yang berhubungan dengan kognisi manusia yaitu:
1. Pencatatan indera.
Pencataan indera
adalah sebuah sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman
mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor. Pencatatan indera juga
dikenal sebagai ingatan sensory yang dibedakan menjadi dua macam yaitu, iconic
yaitu sistem pencatatan indera terhadap informasi visual, gambar dan benda
konkrit dan echonic yaitu sistem pencatatan indera terhadap informasi berupa
suara.
2. Pengenalan pola. Pengenalan pola adalah proses
transformasi dan pengorganisasian informasi yang masih kasar agar mempunyai
makna atau arti tertentu. Aspek ini lebih dalam dari hanya sekedar menyimpan
informasi yang masuk melalui reseptor, dengan kata lain dapat pula dikatakan
bahwa aspek pengenalan pola ini adalah sebuah upaya untuk menata informasi yang
masuk sesuai dengan karakteristik yang menonjol untuk ditempatkan sesuai dengan
jenisnya.
3. Perhatian. Perhatian adalah aspek yang ketiga,
yang diartikan sebagai proses pemusatan aktivitas mental atau proses
konsentrasi pikiran dengan mengabaikan rangsangan lain yang tidak berkaitan.
Aktivitas ini menuntut pemusatan konsentrasi pikiran pada hal-hal yang menonjol
dari sebuah informasi dan bekerja secara intens terhadap informasi tersebut
dengan mengabaikan hal-hal yang tidak terkait.
Ingatan atau memory
merujuk pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi yang telah
diperoleh seorang individu sepanjang masa. Hampir semua aktivitas manusia baik
yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor pasti melibatkan ingatan.
Oleh karena itu ingatan menjadi hal yang sangat penting dalam berbagai proses
yang dialami manusia.(Ellis dan hunt, 1993; Matlin, 1989).
Secara Umum pendekatan
tentang Memori dibagi menjadi dua yaitu pendekatan Model Asosiasi
(association model) dan Model Kognitif (Cognitive Model).
1. Model Asosiasi
(association model). Teori awal mengenai Memori dikenal sebagai Association
Model (Model Asosiasi). Menurut model ini, memori merupakan hasil dari
koneksi mental antara ide dengan konsep. Tokoh yang terkenal mendukung teori
ini antara lain adalah Ebbinghaus yang melakukan beberapa penelitian, antara
lain mengenai fungsi lupa serta savings.
2. Model Kognitif
(Cognitive Model). Cognitive Model (Model Kognitif) mengatakan bahwa
Memori merupakan bagian dari information processing. Teori ini mencoba
menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga macam Memori sebagai berikut:
Memori Sensoris: Memori Sensoris didefinisikan sebagai
”momentary lingering of sensory information after a stimulus is removed.”
Diterjemahkan secara bebas, kalimat di atas bermakna bahwa Memori Sensoris
adalah informasi sensoris yang masih tersisa sesaat setelah stimulus diambil.
Tidak semua informasi yang tercatat dalam Memori Sensoris akan disimpan lebih
lanjut ke Memori Jangka Pendek atau Jangka Panjang, karena manusia akan melakukan
proses selective attention, yaitu memilih informasi mana yang akan
diproses lebih lanjut.
Memori Jangka
Pendek: Memori Jangka
Pendek disimpan lebih lama dibanding Memori Sensoris. Memori ini berisi hal-hal
yang kita sadari dalam benak kita pada saat ini. Otak kita dapat melakukan
beberapa proses untuk menyimpan apa yang ada di Memori Jangka Pendek ke dalam
Memori Jangka Panjang, misalnya rehearsal (mengulang-ulang informasi di
dalam benak kita hingga akhirnya kita mengingatnya) atau encoding (proses
di mana informasi diubah bentuknya menjadi sesuatu yang mudah diingat). Salah
satu contoh konkret proses encoding adalah ketika kita melakukan chunking,
seperti ketika kita mengingat nomor telepon, di mana kita akan berusaha
membagi-bagi sederetan angka itu menjadi beberapa potongan yang lebih mudah
diingat.
Memori Jangka
Panjang: Memori
Jangka Panjang adalah informasi-informasi yang disimpan dalam ingatan kita
untuk keperluan di masa yang akan datang. Ketika kita membutuhkan informasi
yang sudah berada di Memori Jangka Panjang, maka kita akan melakukan proses retrieval,
yaitu proses mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkan tersebut. Proses retrieval
ini bisa berupa:
o Recognition:
Mengenali suatu stimulus yang sudah pernah dialami sebelumnya. Misalnya dalam
soal pilihan berganda, siswa hanya dituntut untuk melakukan recognition
karena semua pilihan jawaban sudah diberikan. Siswa hanya perlu mengenali jawaban
yang benar di antara pilihan yang ada.
o Recall:
Mengingat kembali informasi yang pernah disimpan di masa yang lalu. Misalnya
ketika saksi mata diminta menceritakan kembali apa yang terjadi di lokasi
kecelakaan, maka saksi tersebut harus melakukan proses recal.
Retrieval bisa dibantu dengan adanya cue,
yaitu informasi yang berhubungan dengan apa yang tersimpan di Memori Jangka
Panjang. Terkadang kita merasa sudah hampir bisa menyebutkan sesuatu dari
ingatan kita namun tetap tidak bisa; fenomena ini disebut tip of the tounge.
Misalnya ketika kita bertemu dengan kenalan lama dan kita yakin sekali bahwa
kita mengingat namanya namun tetap tidak dapat menyebutkannya.
Berikut adalah tiga
model ingatan yang berkaitan dengan pemrosesan informasi;
a. Model yang
dikemukakan oleh Atkinson dan Shiffrin yang membedakan ingatan jangka pendek
(Short Term Memory) dan ingatan jangka panjang (Long Term Memory)
Model ini seperti yang
sudah dijelaskan diatas, didasarkan kepada pemrosesan informasi. Berdasarkan
model ini, informasi yang diterima kemudian diproses melalui pencatatan indera
menuju pada ingatan jangka pendek, dan akhirnya sampai pada penyimpanan yang
lebih permanen di dalam ingatan jangka panjang. Menurut model ini informasi
dimasukkan dan di oleh melalui 3 tahap ( Huitt, W ;2003).
Pemindahan informasi
dari ingatan indera (ingatan sensori)menuju pada ingatan jangka pendek akan
dikendalikan oleh perhatian. Jika proses informasi dalam ingatan jangka pendek
sudah dikendalikan, maka informasi itu akan melakukan fungsi ingatan. Proses
pengendalian yang paling penting dalam ingatan jangka pendek adalah rehearsal
atau repetition, yaitu pengulangan informasi dalam pikiran.
b. Model ingatan yang
diajukan oleh Craik dan Lockhart yang menekankan pada tingkatan proses
informasi didalam ingatan.
Model tingkatan
pemrosesan informasi, orang dapat menganalisis informasi menurut cara-cara yang
berbeda, dari proses yang paling dangkal hingga yang paling dalam (tentang
makna). Menurut Craik dan Lockhart suatu proses pengulangan informasi (rehearsal)
dibedakan menjadi pengulangan untuk pemeliharaan dan untuk elaborasi atau
pendalaman. Pemrosesan informasi pada tingkat yang lebih dalam akan
meningkatkan kinerja penggalian kembali informasi di dalam ingatan(recall)
karena adanya faktor yang menonjol (distinctiveness) dan pemerincian (elaboration).
c. Model ingatan
episodik dan ingatan semantik (dalam Suharnan, 2005).
Model ingatan episodik
dan semantik diperkenalkan oleh Endel tulving(Matlin, 1989). Ingatan episodik
menyimpan informasi mengenai kejadian-kejadian dan hubungan-hubungan
masing-masingkejadian itu, bersifat temporer dan berkaitan dengan perubahan
peristiwa. Sedangkan ingatan semantik adalah pengetahuan yang terorganisasikan
mengenai segala sesuatu yang ada dalam kehidupan. Ingatan semantik ini
berkaitan erat dengan perngertian, konsep, ide dan fakta.
Menurut Tulving, Memori
dapat dilihat sebagai suatu hirarki yang terdiri dari tiga sistem Memori:
Memori Prosedural: Memori mengenai bagaimana caranya
melakukan sesuatu, misalnya Memori mengenai bagaimana caranya mengupas pisang
lalu memakannya. Memori ini tidak hanya dimiliki manusia, melainkan dimiliki
oleh semua makhluk yang mempunyai kemampuan belajar, misalnya binatang yang
mengingat bagaimana caranya melakukan akrobat di sirkus.
Memori Semantik: Memori mengenai fakta-fakta, misalnya
Memori mengenai ibukota-ibukota Negara. Kebanyakan dari Memori Semantik
berbentuk verbal.
Memori Episodik: Memori mengenai peristiwa-peristiwa
yang pernah dialami secara pribadi oleh individu di masa yang lalu. Misalnya
Memori mengenai pengalaman masa kecil seseorang.
Tulving mengajukan
bukti adanya sistem memori yang terpisah-pisah seperti di atas antara lain
melalui:
Amnesia: Adanya amnesia
yang berbeda-beda, misalnya penderita amnesia yang melupakan semua Memori
Episodik (pengalaman masa lalu), tapi masih mengingat Memori Prosedural.
Penyakit Alzheimer’s
yang juga hanya menyerang sistem memori tertentu saja.
Paragraf-paragraf di
atas memaparkan tentang beberapa dasar dalam bidang psikologi kognitif. Pada
awal perkembangan psikologi kognitif, para penganut paham behavioristik
menganggap bahwa metode-metode penelitian psikologi kognitif tidak ilmiah.
Namun, ketika muncul perkembangan era komputer dimana program-program komputer
dapat dipelajari meskipun proses kinerjanya tidak terlihat dapat menjadi dasar
yang kuat untuk menolak pandangan para penganut paham psikologi behavioristik.
Memori dan Pemrosesan
Informasi dalam Proses Berpikir
Proses berpikir
merupakan proses yang kompleks dan tidak dapat dilihat secara langsung
bagaimana otak bekerja dan informasi di olah. Informasi yang diterima melalui
alat indera akan dipersepsikan oleh bagian-bagian yang berfungsi secara khusus.
Menurut Suharnan,
2005 persepsi adalah suatu proses
penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan dalam ingatan) untuk
mendeteksi atau memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang
diterima oleh alat indera seperti, mata, telinga dan hidung.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa persepsi adalah
proses penginterpretasian informasi yang diterima menggunakan alat indera.
Ada 3 aspek yang
relevan dalam persepsi yang berhubungan dengan kognisi manusia yaitu:
Pencatatan
indera
Pencataan indera adalah
sebuah sistem ingatan yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman mengenai
informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor. Pencatatan indera juga dikenal
sebagai ingatan sensory yang dibedakan menjadi dua macam yaitu, iconic yaitu
sistem pencatatan indera terhadap informasi visual, gambar dan benda konkrit
dan echonic yaitu sistem pencatatan indera terhadap informasi berupa
suara.
Pengenalan
pola
Pengenalan pola adalah
proses transformasi dan pengorganisasian informasi yang masih kasar agar
mempunyai makna atau arti tertentu. Aspek ini lebih dalam dari hanya sekedar
menyimpan informasi yang masuk melalui reseptor, dengan kata lain dapat pula
dikatakan bahwa aspek pengenalan pola ini adalah sebuah upaya untuk menata
informasi yang masuk sesuai dengan karakteristik yang menonjol untuk
ditempatkan sesuai dengan jenisnya.
Perhatian.
Perhatian adalah aspek
yang ketiga, yang diartikan sebagai proses pemusatan aktivitas mental
atau proses konsentrasi pikiran dengan mengabaikan rangsangan lain yang tidak
berkaitan. Aktivitas ini menuntut pemusatan konsentrasi pikiran pada hal-hal
yang menonjol dari sebuah informasi dan bekerja secara intens terhadap
informasi tersebut dengan mengabaikan hal-hal yang tidak terkait.
Ingatan atau memory
merujuk pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi yang telah
diperoleh seorang individu sepanjang masa. Hampir semua aktivitas manusia baik
yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor pasti melibatkan ingatan.
Oleh karena itu ingatan menjadi hal yang sangat penting dalam berbagai proses
yang dialami manusia.(Ellis dan hunt, 1993; Matlin, 1989).
Secara Umum pendekatan
tentang Memori dibagi menjadi dua yaitu pendekatan Model Asosiasi (association model) dan Model Kognitif (Cognitive Model).
Model Asosiasi
(association model)
Teori awal mengenai
Memori dikenal sebagai Association Model (Model Asosiasi). Menurut model
ini, memori merupakan hasil dari koneksi mental antara ide dengan konsep. Tokoh
yang terkenal mendukung teori ini antara lain adalah Ebbinghaus yang melakukan
beberapa penelitian, antara lain mengenai fungsi lupa serta savings.
Model Kognitif
(Cognitive Model).
Cognitive Model (Model Kognitif) mengatakan bahwa
Memori merupakan bagian dari information processing. Teori ini mencoba
menjelaskan bahwa manusia memiliki tiga macam Memori sebagai berikut:
Memori
Sensoris: Memori
Sensoris didefinisikan sebagai ”momentary lingering of sensory information
after a stimulus is removed.” Diterjemahkan secara bebas, kalimat di atas
bermakna bahwa Memori Sensoris adalah informasi sensoris yang masih tersisa
sesaat setelah stimulus diambil. Tidak semua informasi yang tercatat dalam
Memori Sensoris akan disimpan lebih lanjut ke Memori Jangka Pendek atau Jangka
Panjang, karena manusia akan melakukan proses selective attention, yaitu
memilih informasi mana yang akan diproses lebih lanjut.
Memori
Jangka Pendek: Memori
Jangka Pendek disimpan lebih lama dibanding Memori Sensoris. Memori ini berisi
hal-hal yang kita sadari dalam benak kita pada saat ini. Otak kita dapat
melakukan beberapa proses untuk menyimpan apa yang ada di Memori Jangka Pendek
ke dalam Memori Jangka Panjang, misalnya rehearsal (mengulang-ulang
informasi di dalam benak kita hingga akhirnya kita mengingatnya) atau encoding
(proses di mana informasi diubah bentuknya menjadi sesuatu yang mudah
diingat). Salah satu contoh konkret proses encoding adalah ketika kita
melakukan chunking, seperti ketika kita mengingat nomor telepon, di mana
kita akan berusaha membagi-bagi sederetan angka itu menjadi beberapa potongan
yang lebih mudah diingat.
Memori
Jangka Panjang:
Memori Jangka Panjang adalah informasi-informasi yang disimpan dalam ingatan
kita untuk keperluan di masa yang akan datang. Ketika kita membutuhkan
informasi yang sudah berada di Memori Jangka Panjang, maka kita akan melakukan
proses retrieval, yaitu proses mencari dan menemukan informasi yang
dibutuhkan tersebut. Proses retrieval ini bisa berupa:
Recognition: Mengenali suatu stimulus yang sudah
pernah dialami sebelumnya. Misalnya dalam soal pilihan berganda, siswa hanya
dituntut untuk melakukan recognition karena semua pilihan jawaban sudah
diberikan. Siswa hanya perlu mengenali jawaban yang benar di antara
pilihan yang ada.
Recall: Mengingat kembali informasi yang
pernah disimpan di masa yang lalu. Misalnya ketika saksi mata diminta
menceritakan kembali apa yang terjadi di lokasi kecelakaan, maka saksi tersebut
harus melakukan proses recal.
Retrieval bisa dibantu dengan adanya cue,
yaitu informasi yang berhubungan dengan apa yang tersimpan di Memori Jangka
Panjang. Terkadang kita merasa sudah hampir bisa menyebutkan sesuatu dari
ingatan kita namun tetap tidak bisa; fenomena ini disebut tip of the tounge.
Misalnya ketika kita bertemu dengan kenalan lama dan kita yakin sekali bahwa
kita mengingat namanya namun tetap tidak dapat menyebutkannya.
Berikut adalah tiga
model ingatan yang berkaitan dengan pemrosesan informasi;
Model yang dikemukakan
oleh Atkinson dan Shiffrin yang membedakan ingatan
jangka pendek (Short Term Memory) dan ingatan
jangka panjang (Long Term Memory)
Model ini seperti yang
sudah dijelaskan diatas, didasarkan kepada pemrosesan informasi. Berdasarkan model
ini, informasi yang diterima kemudian diproses melalui pencatatan indera menuju
pada ingatan jangka pendek, dan akhirnya sampai pada penyimpanan yang lebih
permanen di dalam ingatan jangka panjang. Menurut model ini informasi
dimasukkan dan di oleh melalui 3 tahap ( Huitt, W ;2003).
Pemindahan informasi
dari ingatan indera (ingatan sensori)menuju pada ingatan jangka pendek akan
dikendalikan oleh perhatian. Jika proses informasi dalam ingatan jangka pendek
sudah dikendalikan, maka informasi itu akan melakukan fungsi ingatan. Proses
pengendalian yang paling penting dalam ingatan jangka pendek adalah rehearsal
atau repetition, yaitu pengulangan informasi dalam pikiran.
Model ingatan yang
diajukan oleh Craik dan Lockhart yang menekankan pada tingkatan proses informasi didalam ingatan.
Model tingkatan
pemrosesan informasi, orang dapat
menganalisis informasi menurut cara-cara yang berbeda, dari proses yang paling
dangkal hingga yang paling dalam (tentang makna). Menurut Craik dan Lockhart
suatu proses pengulangan informasi (rehearsal) dibedakan menjadi
pengulangan untuk pemeliharaan dan untuk elaborasi atau pendalaman. Pemrosesan
informasi pada tingkat yang lebih dalam akan meningkatkan kinerja penggalian
kembali informasi di dalam ingatan(recall) karena adanya faktor yang
menonjol (distinctiveness) dan pemerincian (elaboration).
Model ingatan episodik dan ingatan semantik
(dalam Suharnan, 2005).
Model ingatan episodik
dan semantik diperkenalkan oleh Endel tulving(Matlin, 1989). Ingatan episodik
menyimpan informasi mengenai kejadian-kejadian dan hubungan-hubungan
masing-masingkejadian itu, bersifat temporer dan berkaitan dengan perubahan
peristiwa. Sedangkan ingatan semantik adalah pengetahuan yang terorganisasikan
mengenai segala sesuatu yang ada dalam kehidupan. Ingatan semantik ini
berkaitan erat dengan perngertian, konsep, ide dan fakta.
Menurut Tulving, Memori
dapat dilihat sebagai suatu hirarki yang terdiri dari tiga sistem Memori:
Memori
Prosedural: Memori
mengenai bagaimana caranya melakukan sesuatu, misalnya Memori mengenai
bagaimana caranya mengupas pisang lalu memakannya. Memori ini tidak hanya
dimiliki manusia, melainkan dimiliki oleh semua makhluk yang mempunyai
kemampuan belajar, misalnya binatang yang mengingat bagaimana caranya melakukan
akrobat di sirkus.
Memori
Semantik: Memori
mengenai fakta-fakta, misalnya Memori mengenai ibukota-ibukota Negara.
Kebanyakan dari Memori Semantik berbentuk verbal.
Memori
Episodik: Memori
mengenai peristiwa-peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh individu di
masa yang lalu. Misalnya Memori mengenai pengalaman masa kecil seseorang.
Tulving mengajukan
bukti adanya sistem memori yang terpisah-pisah seperti di atas antara lain
melalui:
Amnesia: Adanya amnesia
yang berbeda-beda, misalnya penderita amnesia yang melupakan semua Memori
Episodik (pengalaman masa lalu), tapi masih mengingat Memori Prosedural.
Penyakit Alzheimer’s
yang juga hanya menyerang sistem memori tertentu saja.
Paragraf-paragraf di
atas memaparkan tentang beberapa dasar dalam bidang psikologi kognitif. Pada
awal perkembangan psikologi kognitif, para penganut paham behavioristik
menganggap bahwa metode-metode penelitian psikologi kognitif tidak ilmiah.
Namun, ketika muncul perkembangan era komputer dimana program-program komputer
dapat dipelajari meskipun proses kinerjanya tidak terlihat dapat menjadi dasar
yang kuat untuk menolak pandangan para penganut paham psikologi behavioristik.
Dalam literatur psikologi pada umumnya para ahli ilmu ini berpendapat
bahwa penentu perilaku utama manusia dan corak kepribadian adalah keadaan
jasmani, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan. Determinan tri dimensional
ini (organo biologi, psikoedukasi, dan sosiokultural) merupakan determinan yang
banyak dianut oleh ahli psikologi dan psikiatri. Dalam hal ini unsur ruhani
sama sekali tidak masuk hitungan karena dianggap termasuk penghayatan subjektif
semata-mata.
Selain itu psikologi apapun alirannya menunjukkan bahwa filsafat yang
mendasarinya bercorak antroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai pusat
segala pengalaman dan relasi-relasinya serta penentu utama segala peristiwa
yang menyangkut masalah manusia. Pandangan ini mengangkat derajat manusia
teramat tinggi ia seakan-akan memiliki kausa prima yang unik, pemilik akal budi
yang sangat hebat, serta memiliki kebebasan penuh untuk berbuat apa yang
dianggap baik dan sesuai baginya.
Sampai dengan penghujung abad ini terdapat empat aliran besar psikologi,
yakni : Psikoanalisis, psikologi Perilaku, Psikologi Humasnistik, Psikologi
Transpersonal. Masing-masing aliran meninjau manusia dari sudut pandang yang
berlainan, dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi
dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat
mengenai manusia.
Psikoanalisis
Pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856-1839), seorang neurolog
berasal dari Austria, keturunan Yahudi. Teori yang dikembangkan pengalaman
menangani pasien, freud menenmukan ragam dimensi dan prinsip-prinsip mengenai
manusia yang kemudian menyusun teori psikologi yang sangat mendasar, majemuk,
dan luas implikasinya dilingkungan ilmu sosial, humaniora, filsafat, dan agama.
Menurut freud kepribadian manusia terdiri dari 3 sistem yaitu id
(dorongan biologis), Ego (kesadaran terhadap realitas kehidupan), dan Superego
(kesadaran normatif) yang berinter
aksi satu sama lain. Id merupakan potensi yang terbawa sejak lahir yang
berorientasi pada kenikmatan (pleasure principle), menghindari hal-hal yang
tidak menyenangkan, dan menuntut kenikmatan untuk segera dipenuhi. Ego berusaha
memenuhi keinginan dari id berdasarkan kenyataan yang ada (Reality principle).
Sedangkan superego menuntut adanya kesempurnaan dalam diri dan tuntutan yang
bersifat idealitas.
Dalam diri manusia ada 3 tingkatan kesadaran yaitu alam sadar, alam tidak
sadar, dan alam prasadar. Alam kesadaran manusia digambarkan freud sebagai
sebuah gunung es dimana puncaknya yang kecil muncul kepermukaan dianggap
sebagai alam sadar manusia sedangkan yang tidak muncul ke permukaan merupakan
alam ketidaksadaran yang luas dan sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Dan diantara alam sadar dan alam ketidaksadaran terdapat alam prasadar. Dengan
metode asosisi bebas, hipnotis, analisis mimpi, salah ucap, dan tes proyeksi
hal-hal yang terdapat dalam alam prasadar dapat muncul ke alam sadar.
Psikologi Perilaku (behavior)
Aliran ini berpendapat bahwa perilaku manusia sangat ditentukan oleh
kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisioning terhadap manusia
tersebut. Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral, baik atau buruk
dari perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan yang dialami oleh
manusia tersebut. Pendapat ini merupakan hasil dari eksperimen yang dilakukan
oleh sejumlah penelitian tentang perilaku binatang yang sebelumnya
dikondisikan. Aliran perilaku ini memberikan kontribusi penting dengan
ditemukannya asas-asas perubahan perilaku yang banyak digunakan dalam bidang
pendidikan, psikoterapi terutama dalam metode modifikasi perilaku. Asas-asas
dalam teori perilaku terangkum dalam hukum penguatan atau law of enforcement,
yakni :
a. Classical Condtioning
Suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila rangsang
tersebut sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain yang secara alamiah
menimbulkan pola reaksi tersebut. Misalnya bel yang selalu dibunyikan
mendahului pemberian makan seekor anjing lama kelamaan akan menimbulkan air
liur pada anjing itu sekalipun tidak diberikan makanan. Hal ini terjadi
karena adanya asosiasi antara kedua rangsang tersebut.
b. Law of Effect
Perilaku yang menimulkan akibat-akibat yang memuaskan akan cenderung
diulang, sebaliknya bila akibat-akiat yang menyakitkan akan cenderung
dihentikan.
c. Operant Conditioning
Suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan perilaku tersebut
berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh pelaku (penguat positif), atau
mengakibatkan hilangnya hal-hal yang diinginkan (penguat negatif). Di lain
pihak suatu pola perilaku tertentu akan menghilang apabila perilaku tersebut
mengakibatkan hal-hal yang tak menyenangkan (hukuman), atau mangakibatkan
hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan).
d. Modelling
Munculnya perubahan perilaku terjadi karena proses dan penaladanan terhadap
perilaku orang lain yang disenangi (model)
Keempat asas perubahan perilaku tersebut berkaitan dengan proses belajar
yaitu berubahnya perilaku tertentu menjadi perilaku baru
Psikologi Humanistik
Berlainan dengan psikoanalisis yang memandang buruk manusia dan behavior
yang memandang manusia netral, psikologi humanistik berasumsi bahwa pada
dasarnya manusia memiliki potensi-potensi yang baik, minimal lebih banyak
baiknya dari pada buruknya. Aliran ini memfokuskan telaah kualitas-kualitas
insani. Yakni kemampuan khusus manusia yang ada pada manusia, seperti kemampuan
abstraksi, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan diri, dan rasa estetika.
Kualitas ini khas dan tidak dimiliki oleh makhluk lain. Aliran ini juga
memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya
sendiri. Asusmsi ini meunjukkan bahwa manusia makhluk yang sadar dan mandiri,
pelaku yang aktif yang dapat menentukan hampir segalanya.
Salah satu kelompok aliran ini adalah logoterapi yang dikembangkan oleh Viktor Frankl. Logoterapi mengatakan bahwa manusia terdiri dari 2 komponen dasar yaitu dimensi raga (somatis), dan dimensi kejiwaan (psikis) atau dimensi neotic atau sering disebut dengan dimensi keruhanian (spiritual). Menurut Frankl bahwa arti keruhanian ini tidak mengacu pada agama tetapi dimensi ini dianggap inti kemanusiaan dan merupakan sumber dari makna hidup, serta potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa yang selama ini terabaikan oleh telaah psikologi sebelumnya. Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan dari raga-jiwa-ruhani.
Salah satu kelompok aliran ini adalah logoterapi yang dikembangkan oleh Viktor Frankl. Logoterapi mengatakan bahwa manusia terdiri dari 2 komponen dasar yaitu dimensi raga (somatis), dan dimensi kejiwaan (psikis) atau dimensi neotic atau sering disebut dengan dimensi keruhanian (spiritual). Menurut Frankl bahwa arti keruhanian ini tidak mengacu pada agama tetapi dimensi ini dianggap inti kemanusiaan dan merupakan sumber dari makna hidup, serta potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa yang selama ini terabaikan oleh telaah psikologi sebelumnya. Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan dari raga-jiwa-ruhani.
Manusia memiliki hasrat untuk mencari makna hidup, bila seseorang berhasil
menemukan makna hidupnya maka hidupnya akan bahagia demikian sebaliknya bila
tidak menemukannya maka hidupnya akan hampa. Dan menurut frankl kehilangan
makna hidup ini banyak diaami oleh orang-orang yang hidup dalam dunia modern
saat ini.
Psikologi Transpersonal
Aliran ini dikembangkan oleh tokoh dari psikologi hmanistik antara lain :
Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa
aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistik. Sebuah definisi yang
dikemukakan oleh Shapiro yang merupakan gaubungan dari berbagai pendapat
tentang psikologi transpersonal : psikologi transpersonal mengkaji tentang
potensi tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman,
perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Rumusan
di atas menunjukkan dua unsur penting yang menjadi telaah psikologi
transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan fenomena
kesadaran manusia. The altered states of consciousness adalah pengalaman
seorang melewati kesadaran biasa misalnya pengalaman memasuki dimensi
kebatinan, keatuan mistik, komunikasi batiniah, pengalaman meditasi. Demikian
pula dengan potensi luhur manusia menghasilkan telaah seperti extra sensory
perception,transendensi diri, ectasy , dimensi di atas keadaran, pengalalman
puncak, daya batin dll.
Psikologi transpersonal seperti halnya psikologi humanistik menaruh
perhatian pada dimensi spiritual msnusia yang ternyata mengandung potensi dan
kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi
kontemporer. Perbedaannya dengan psikologi humanistik adalah bila psikologi
humanistik menggali potensi manusia untuk peningkatan hubungan antar manusia,
sedangkan transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman
subjektif-ransendental, serta pengalaman luar biasa dari potensi spiritual ini.
Kajian transpersonal ini menunjukkan bahwa aliran ini mencoba mengkaji secara
ilmiah terhadap dimensi yang selama ini dianggap sebagai bidang mistis,
kebatinan, yang dialami oleh kaum agamawan (kyai, pastur, bikhu) atau orang
yang mengolah dunia batinnya. Hasil dari beberapa penelitian tranpersonal
menunjukkan bahwa bidang kebatinan bisa menjadi bidang ilmu dan dapat dikaji
secara ilmiah sehingga hal tersebut penting untuk di kaji lebih dalam dan tidak
dianggap sebagai suatu bid’ah, khurafat, ataupun syirik yang akhirnya
membelenggu ilmuwan psikologi untuk mempelajari potensi yang tertinggi ini.
Motivasi dapat
diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang
bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik).
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu
yang dihadapi. Menurut Robbins (2001:166) menyatakan definisi dari motivasi
yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan
organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa
kebutuhan individual.
Pengertian prestasi menurut Murray (dalam J. Winardi,
2004):”...Melaksanakan tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi
atau mengorganisasi objek-objek fiskal, manusia atau ide-ide untuk melaksanakan
hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin sesuai kondisi yang
berlaku. Mencapai perporman puncak untuk diri sendiri. Mampu
menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui
penerapan bakat secara berhasil”
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan
terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar,
bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian
tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin
Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2)
frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan
kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan
untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan
yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Dibawah ini, kita akan
membahas beberapa macam teori berprestasi.
1. Teori Motivasi
Beprestasi dari McClelland
Dari McClelland dikenal
tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement
(N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan
kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi
merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan
sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal
tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku.
Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak
untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Need menurut McClelland
dibagi atas tiga:
a)
Need For achievement. Ada
beberapa orang yang memiliki dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih
mengejar prestasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka
bergairah untuk melakukan sesuatu lebih baik dan lebih efisien jika
dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Ciri-ciri:
Berusaha melakukan
sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif.
Mencari feedback tentang
perbuatannya.
Memilih resiko yang
sedang di dalam perbuatannya.
Mengambil tanggung
jawab pribadi atas perbuatannya.
b) Need for
affiliation. Kebutuhan
akan kehangatan dan sokongan dalam kehidupannya atau hubungannya dengan orang
lain. Kebutuhan ini akan mengarahkan tingkah laku individu untuk melekukan
hubungan yang akrab dengan orang lain. Orang-orang dengan need affiliation yang
tinggi ialah orang yang berusaha mendapatkan persahabatan.
Ciri-ciri:
Lebih memperhatikan
segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya daripada segi tugas-tugas
yang ada dalam pekerjaan tersebut.
Melakukan pekerjaannya
lebih efektif apbila bekerjasama dengan orang lain dalam suasana yang lebih
kooperatif.
Mencari persetujuan
atau kesepakatan dari orang lain.
Lebih suka dengan orang
lain daripada sendirian.
Selalu berusaha
menghindari konflik.
c. Need for power. Adanya keinginan yang kuat untuk
mengendalikan orang lain, intuk mempengaruhi orang lain dan untuk memiliki
dampak terhadap orang lain.
Ciri-ciri:
Menyukai pekerjaan
dimana mereka menjadi pimpinan.
Sangat aktif dalam
menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi dimanapun dia berada.
Mengumpulkan
barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan
prestise.
Sangat peka terhadap
struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organiasi.
2. Teori Abraham H.
Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang
dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa
manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:
Kebutuhan fisiologikal (physiological
needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
Kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental,
psikologikal dan intelektual;
Kebutuhan akan kasih
sayang (love needs);
Kebutuhan akan harga
diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status; dan
Atualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk
dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam
kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan
dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama
diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow.
Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi
berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai
dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep
tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak
akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan-
sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi;
yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman,
demikian pula seterusnya.
Berangkat dari
kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam
penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga
memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai
kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan
kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman,
merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa:
Kebutuhan yang satu saat
sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan
datang;
Pemuasaan berbagai
kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan
kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut
tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran
Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah
memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang
berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
3. Teori Clyton
Alderfer (Teori “ERG”)
Teori Alderfer dikenal
dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf
pertama dari tiga istilah yaitu: E = Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak
lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah
tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual
terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan
Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki
pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan
hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth”
mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua,
teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan
tampak bahwa:
Makin tidak
terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
Kuatnya keinginan
memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang
lebih rendah telah dipuaskan;
Sebaliknya, semakin
sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan
untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini
didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari
keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang
dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang
mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg
(Teori Dua Faktor)
Frederick Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli psikolog klinis dan
dianggap sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang manajemen dan teori
motivasi. Frederick I Herzberg dilahirkan di Massachusetts pada 18 April 1923.
Sejak sarjana telah bekerja di City College of New York. Lalu tahun 1972,
menjadi Profesor Manajemen di Universitas Utah College of Business. Hezberg
meninggal di Salt Lake City, 18 Januari 2000.
Teori Dua Faktor Hezberg
Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori motivasi
berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia membagi
kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa
aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri)
serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan
memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi perusahaan,
dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan menentramkan karyawan. Bila
faktor-faktor ini tidak memadai maka orang-orang tidak akan terpuaskan
(Robbins,2001:170).
Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :
Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang
mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati
pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.
Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor yang
bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan,
istirahat dan lain-lain sejenisnya.
Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan
menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi
oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
Maintenance Factors. Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan
hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan
ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini
akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.
Motivation Factors. Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan
psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Factor
motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang berkaitan
langsung denagn pekerjaan.
Penerapan Teori Dua
Faktor Herzberg Dalam Organisasi
Dalam kehidupan
organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat penting
artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini
dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :
Motivasi sebagai suatu
yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu sendiri
kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja
bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan
kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan.
Motivasi sebagai suatu
yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa
diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi
berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga
disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama lain.
Untuk memahami motivasi
karyawan digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg:
Pertama, teori yang
dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai
pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow
misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.
Kedua, teori Herzberg
lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai
hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh
Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki
kebutuhan menurut Maslow.
Teori Herzberg
memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi
karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki
kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa
pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan
pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Berdasarkan hasil
penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai
Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge,
1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi
pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang
disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan
faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic
motivation.
Teori Herzberg ini
melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor
intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang,
dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang,
terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Jadi karyawan yang
terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinnya
menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang
tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak terutama
dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka
yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa
yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam Sondang, 2002 :
107).
Adapun yang merupakan
faktor motivasi menurut Herzberg adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it
self), prestasi yang diraih (achievement), peluang untuk maju (advancement),
pengakuan orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).
Menurut Herzberg faktor
hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong minat para pegawai untuk
berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat
memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak
menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial
(Cushway & Lodge, 1995 : 139).
Sedangkan faktor
motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang mendorong semangat guna
mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat
tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi
daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker & Hall dalam
Timpe, 1999 : 13).
Dari teori Herzberg
tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat
kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka
bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi
kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak
pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara
usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima.
Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang
diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang akan berusaha
memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
Mengurangi intensitas
usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan
persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai
pembanding, yaitu:
Harapannya tentang
jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi,
seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
Imbalan yang diterima
oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya
relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
Imbalan yang diterima
oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan
kegiatan sejenis;
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai.
Pemeliharaan hubungan
dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di
bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan
timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka
akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan,
tingkat kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian
tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan
tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke
mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan
mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d)
tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan
berikut ini menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H.
Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam
bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang
disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang
bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya
itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara
yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan
sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan
akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya,
jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk
berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan
para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya
tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian
membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta
menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu.
Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai
tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan
Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau
model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model
kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan
persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya
pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan
organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula
oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya,
dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan
pengubah perilaku.
Dalam hal ini
berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa
manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang
menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang
mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat
sederhana ialah seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik
dalam waktu singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian
tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut
menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja
lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah
seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari
atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran
dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang
digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat
manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh
dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan
dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari
pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus
berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti
menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah
apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang
individu.
Menurut model ini,
motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a)
persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi;
(d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang
dihasilkan.
Sedangkan faktor
eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan
sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi
tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang
berlaku dan cara penerapannya.
Psikologi sebagai
sebuah ilmu akan selalu berkembang, seiring dengan berkembangnya mazhab-mashab
dan teori-teori baru yang bermunculan. Teori-teori yang muncul biasanya
merupakan kritik dari teori-teori sebelumnya. Memang, patut diakui bahwa titik
pandang (teori) dalam psikologi tidak ada yang sempurna, sehingga terbuka
kesempatan bagi ilmuwan untuk memberikan kritik dan masukan ataupun
penyempurnaan dari teori yang sudah ada.
Kali ini, kita akan
membahas beberapa teori-teori psikologi. Psikoanalisa, Behaviorisme, Humanistik
(Holistik), Psikologi Gestalt, Psikologi Positif, Psikologi Transpersonal dan
Psikologi lintas Budaya (Cross Culture Psychology)
1. Psikoanalisis
Salah satunya tokoh
psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). Nama asli Freud adalah
Sigismund Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau
menggunakan nama itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud
lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian
dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun
Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud
berbarengan dengan ramainya teori The Origin of Species karya Charles
Darwin (Hall, 2000:1).
Psikoanalisis bermula
dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya
bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di
Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis,
yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula
keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor
Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek
penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat
ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang
terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa
Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan
ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan
prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain
mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak
disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya.
Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu
mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
Dalam pandangan Freud,
semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi
(pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat
peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious)
dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam
tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari
kepribadian kita, yaitu:
a. Id,
adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
b. Superego,
adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari
lingkungannya.
c. Ego,
adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah
berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar
1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu
sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu,
jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan
lakukan!”.
Pada masa kanak-kanak
kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud
disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari
pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan
mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan
lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di
sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia sudah
dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi
ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul
sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas
keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di
kantor misalnya).
Proses pertama adalah
apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua
adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual
quotient).
2. Behaviourisme
Aliran ini sering
dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad
ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai
puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai
sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat
dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan
ke dalam psikologi.
Aliran ini memandang
manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan
perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap yang
diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau
perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan
eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang lapar,
Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya.
Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut terbit air
liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging
disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu
dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak
disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response
dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang hampir
sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan seekor tikus
putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah sebatang
besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini
diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak akan menangis
begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut
dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng
Sinterklas.
Ini yang dinamakan
pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai
kontrapelaziman (counterconditioning).
3. Psikologi Humanistis
Aliran ini muncul
akibat reaksi atas aliran behaviourisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini
dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah.
Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga setelah Psikoanalisa dan
Behaviorisme.
Salah satu tokoh dari
aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan mengatakan bahwa Freud
hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa
setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat.
Salah satu bagian dari
humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang mengembangkan teknik
psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna).
Pandangan ini berprinsip:
a. Hidup memiliki
makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
b. Tujuan hidup kita
yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
c. Kita memiliki
kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan
dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.
Frankl mengembangkan teknik
ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang
Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp
tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus
asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang
perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada
hidupnya.
Logoterapi ini sangat
erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan situasi-situasi
berikut ini:
a. Ketika seseorang
menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari Iran)
menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus.
Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang
berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah
tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa
mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa
tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b. Makna muncul
ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika
seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran
kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari
Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi
namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan
istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk
keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan
memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan
kembali makna hidupnya.
c. Ketika seseorang
merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata
tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu
makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun.
Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita
dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d. Ketika kita
dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang
bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan
berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk
memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang
luar biasa dalam hidupnya.
e. Ketika kita
mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia
fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang).
Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan
kita.
4. Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang
berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat
berupa objek yang berbeda dari jumlah bagian-bagiannya. Semua penjelasan
tentang bagian-bagian objek akan mengakibatkan hilangnya gestalt itu sendiri.
Sebagai contoh, ketika melihat sebuah persegi panjang maka hal ini dapat
dipahami dan dijelaskan sebagai persegi panjang berdasarkan keutuhannya atau
keseluruhannya dan identitas ini tidak bisa dijelaskan sebagai empat garis yang
saling tegak lurus dan berhubungan.
Sejalan dengan itu,
gestalt menunjukkan premis dasar sistem psikologi yang mengonseptualisasi
berbagai peristiwa psikologis sebagai fenomena yang terorganisasi, utuh dan
logis. Pandangan ini menjelaskan integritas psikologis aktivitas manusia yang
jelas. Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan
identitas jika dianalisis menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang
telah ada sebelumnya.
Psikologi gestalt
adalah gerakan jerman yang secara langsung menantang psikologi strukturalisme
Wundt. Para gestaltis mewarisi tradisi psikologi aksi dari Brentano, Stumpf dan
akademi Wurzburg di jerman, yang berupaya mengembangkan alternatif bagi model
psikologi yang diajukan oleh model ilmu pengetahuan alam reduksionistik dan
analitik dari Wundt.
Gerakan gestalt lebih
konsisten dengan tema utama dalam filsafat jerman yakni aktivitas mental dari
pada sistem Wundt. Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori
nativistik yang mengatakan bahwa organisasi aktivitas mental membuat individu
berinteraksi dengan lingkungannya melalui cara-cara yang khas. Sehingga tujuan
psikologi gestalt adalah menyelidiki organisasi aktivitas mental dan mengetahui
secara tepat karakteristik interaksi manusia-lingkungan.
Hingga pada tahun 1930,
gerakan gestalt telah berhasil menggantikan model wunditian dalam psikologi
Jerman. Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung lama kerena
munculnya hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut hijrah ke
Amerika.
Psikologi gestalt
diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting, yaitu Max
Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Ketiganya dididik dalam
atmosfer intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di Jerman, dan
ketiganya melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke Amerika.
Tetapi di Amerika
psikologi gestalt tidak memperoleh dominasi seperti di Jerman. Hal ini
dikarenakan psikologi Amerika telah berkembang melalui periode fungsionalisme
dan pada tahun 1930-an didominasi oleh behaviorisme. Oleh karena itu, kerangka
psikologi gestalt tidak sejalan dengan perkembangan-perkembangan di Amerika.
5. Psikologi
Transpersonal
Kata transpersonal
berasal dari kata trans yang berarti melampaui dan persona berarti topeng.
Secara etimologis, transpersonal berarti melampaui gambaran manusia yang
kelihatan. Dengan kata lain, transpersonal berarti melampaui macam-macam topeng
yang digunakan manusia.
Menurut John Davis,
psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai ilmu yang menghubungkan
psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal merupakan salah satu
bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologi
dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama. Konsep
inti dari psikologi transpersonal adalah nondualitas (nonduality), suatu
pengetahuan bahwa tiap-tiap bagian (misal: tiap-tiap manusia) adalah bagian
dari keseluruhan alam semesta. Penyatuan kosmis dimana segala-galanya dipandang
sebagai satu kesatuan.
Perintisan psikologi
transpersonal diawali dengan penelitian-penelitian tentang psikologi kesehatan
pada tahun 1960-an yang dilakukan oleh Abraham Maslow (Kaszaniak,2002).
Perkembangan psikologi transpersonal lebih pesat lagi setelah terbitnya Journal
of Transpersonal Psychology pada tahun 1969 dimasa disiplin ilmu psikologi
mulai mengarahkan perhatian pada dimensi spiritual manusia. Penelitian mengenai
gejala-gejala ruhaniah seperti peak experience, pengalaman mistis, exctasy,
keadaran ruhaniah, pengalaman transpersonal, aktualisasi dan pengalaman
transpersonal mulai dikembangkan. Aliran psikologi yang memfokuskan diri pada
kajian-kajian transpersonal menamakan dirinya aliran psikologi transpersonal
dan memproklamirkan diri sebagai aliran ke empat setelah psikoanalisis,
behaviourisme dan humanistic. Psikologi transpersonal memfokuskan diri pada
bentuk-bentuk kesadaran manusia, khususnya taraf kesadaran ASCs (Altered States
of Consciosness). Sejak 1969, ketika Journal of Transpersonal Psychology terbit
untuk pertamakalinya, psikology mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi
spiritual manusia. Penelitian yang dilakukan untuk memahami gejala-gejala
ruhaniah seperti peak experience, pengalaman mistis, ekstasi, kesadaran kosmis,
aktualisasi transpersonal pengalaman spiritual dan kecerdasan spiritual
(Zohar,2000).
Aliran psikologi
Transpersonal ini dikembangkan oleh tokoh psikologi humanistic antara lain :
Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa
aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistic. Sebuah definisi
kekemukakan oleh Shapiro yang merupakan gabungan dari pendapat tentang
psikologi transpersonal : psikologi transpersonal mengkaji tentang poitensi
tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman,
perwujudan dari kesatuan, spiritualitas, serta kesadaran transendensi.
Menurut Maslow
pengalaman keagamaan meliputi peak experience, plateu, dan farthes reaches of
human nature. Oleh karena itu psikologi belum sempurna sebelum memfokuskan
kembali dalam pandangan spiritual dan transpersonal. Maslow menulis (dalam
Zohar, 2000). "I should say also that I consider Humanistic, Third Force
psychology, to be trantitional, a preparation for still higher Fourth
Psychology, a transpersonal, transhuman centered in the cosmos rather than in
human needs and interest, going beyond humanness, identity, self actualization,
and the like".
Psikologi transpersonal
lebih menitikberatkan pada aspek-aspek spiritual atau transcendental diri
manusia. Hal inilah yang membedakan konsep manusia antara psikologi humanistic
dengan psikologi transpersonal. McWaters (dalam Nusjirwan, 2001) membuat sebuah
diagram yang berbentuk lingkaran dimana setiap lingkaran mewakili satu tingkat
berfungsinya menusia dan tingkat kesadaran diri manusia.
Tiap tingkat dari
bagian diatas menunjukan tingkat fungsi dan tingkat kesadaran manusia.
Lingkaran 1,2 dan 3 yang berturut-turut mewakili aspek fisikal, aspek emosional
dan aspek intelektual dari kekuatan batin individu. Lingkaran 4 menggambarkan
pengintegrasian dari lingkaran 1, 2 dan 3 yang memungkinkan individu berfungsi
secara harminis pada tingkat pribadi. Keempat lingkaran ini termasuk dalam
kawasan personal manusia.
Tingkatan berikutnya termasuk dalam kategori wilayah transpersonal manusia.
Lingkaran 5 mewakili aspek intuisi. Pada aspek
ini mulai samara-samar menyadari bahwa ia bisa mempersepsi tanpa perantara
panca indra (extra sensory perception). Lingkaran 6 mewakili aspek energi
psikis (kekuatan bathiniah) di mana individu secara jelas menghayati dirinya
sebagai telah mentransedir/melewati kesadaran sensoris dan pada saat yang sama
menyadari pengintegrasian dirinya dengan medan-medan energi yang lebih besar.
Fenomena-fenomena para psikologi dapat dialami pada tingkat kesadaran ini. Lingkaran
7 mewakili bentuk penghayatan paling tinggi-penyatuan mistis atau pencerahan,
dimana diri seseorang mentransendir dualintas dan menyatu dengan segala yang
ada. Melewati ke tujuh tingkat yang disebutkan itu, dikatakan lagi tingkat
pengembangan potensial dimana semua tingkat dihayati secara simultan.
Konsep dari McWater ini
dapat menjelaskan bagaimana seseorang mencapai kualitas diri melalui metode
tafakur. Ketika seseorang berada pada fase pertama dalam bertafakur berarti dia
berada pada dunia fisik yaitu pengetahuan yang didapat dari fungsi indera.
Sebuah kejadian akan dipresepsi secara empiris yang langsung melalui
pendengaran, penglihatan atau alat indera lainnya, atau secara tidak langsung
seperti pada fenomena imajinasi, pengetahuan rasional yang abstrak, yang
sebagaian pengetahuan ini tidak ada hubungannya dengan emosi. Jika seseorang
memperdalam cara melihat dan mengamati sisi-sisi keindahan, kekuatan, dan
keistimewaan lainnya yang dimiliki sesuatu, berarti ia telah berpindah dari
pengetahuan yang indrawi menuju rasa kekaguman ( tadlawuk) dimana pada tahap
ini adalah tahap bergejolaknya perasaan, disini kita melihat bahwa tahap ini
sesuai dengan tahap kedua dari McWater yaitu emosional. Pada tahap selanjutnya,
dengan bertafakur aktiitas kognitif seseorang muali delibtkan, disinilah
tafakur sangat berperan dalam proses pengintegrasian ketiga komponen tadi yaitu
fisik, dmosi dan intelektual.
Kemudian jika hasil
pengintegrasian seseorang ini ditransendensikan kepada Allah maka kualitas
seseorang tadi akan meningkat dari personal menuju transpersonal. Badri (1989)
mencontohkan seseorang yang sudah pada tahap transpersonal ini "perasaan
kagum manusia terhadap keindahan dan keagungan penciptaan serta perasaan kecil
dan hina di tengah malam, yang ia saksikan merupakan fitrah yang sudah
diberikan Allah kepada manusia untuk dapat melihat semua yang ada di langit dan
di bumi sehingga ia dapat menemukan sang pencipta, merasakan khusuk
terhada-Nya, dan dapat menyembah-Nya. Baik karena takut atau karena cinta".
Dari ungkapan tersebut dapat dita lihat bahwa seseorang yang mengakui bahwa
keindahan itu adalah ciptaan Allah maka berarti dia sudah memasuki dunia
transpersonal.
6. Psikologi Positif
Psikologi yang
berkembang dewasa ini dapat disebut sebagai psikologi negatif, karena berkutat
pada sisi-negatif manusia. Psikologi, karena itu, paling banter hanya
menawarkan terapi atas masalah-masalah kejiwaan. Padahal, manusia tidak hanya
ingin terbebas dari problem, tetapi juga mendambakan kebahagiaan. Adakah
psikologi jenis lain yang menjawab harapan ini?
Martin Seligman, seorang psikolog pakar studi
optimisme, memelopori revolusi dalam bidang psikologi melalui gerakan Psikologi
Positif. Berlawanan dengan psikologi negatif, sains baru ini mengarahkan
perhatiannya pada sisi-positif manusia, mengembangkan potensi-potensi kekuatan
dan kebajikan sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan berkelanjutan.
Dalam buku revolusioner
yang ditulis dengan gaya populer ini, Seligman memperkenalkan prinsip-prinsip
dasar Psikologi Positif, ciri-ciri kebahagiaan yang autentik, dan faktor-faktor
pendukungnya. Dengan metode-metode praktis yang dirumuskannya, Anda dapat
memanfatkan temuan-temuan terbaru dari sains kebahagiaan untuk mengukur dan
mengembangkan kebahagiaan dalam hidup Anda.
Psikologi positif adalah cabang baru psikologi yang
bertujuan diringkas pada tahun 2000 oleh Martin Seligman dan Mihaly
Csikszentmihalyi "Kami percaya bahwa psikologi positif akan muncul
fungsi manusia yang mencapai pemahaman ilmiah dan efektif untuk membangun
berkembang dalam individu, keluarga, dan masyarakat. Psikologi positif
mencari" untuk mencari dan membina jenius dan bakat ", dan"
untuk membuat kehidupan normal lebih memuaskan ", tidak hanya untuk
mengobati penyakit mental. Pendekatan ini telah menciptakan banyak menarik di
sekitar subjek, dan pada tahun 2006 studi di Universitas Harvard yang berjudul
"Psikologi Positif" menjadi kursus semester yang paling populer
semester.
Beberapa Psikolog
Humanistik, seperti Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Erick Fromm mengembangnak
teori dan praktek yang melibatkan kebahagiaan manusia. Baru-baru ini teori yang
dikembangkan oleh para psikolog humanistik ini telah menemukan dukungan empiris
dari studi oleh para psikolog positif, meskipun penelitian ini telah banyak dikritik.
Teori ini lebih berfokus pada kepuasan dengan sumber filosofismenya keagamaan
dan psikologi humanistic.
Psikologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang jiwa dan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Dan selama ini yang kita ketahui, bidang psikologi selalu menghadapi hal-hal
yang berhubungan dengan jiwa seseorang, misalnya penyebab orang mengalami
gangguan jiwa, mengapa orang bisa mengalami stress, dan lain-lain. Yang selalu
berhubungan dengan sisi negatif seseorang.
Tetapi selami ini kita
mengenal yang nama nya psikologi positif, yaitu lebih menekankan apa yang
benar/baik pada seseorang, dibandingkan apa yang salah/buruk. Sebelumnya,
psikologi biasanya selalu menekankan apa yang salah pada manusia, seperti
soalan stress, depresi, kegelisahan dan lain lain.
Itulah sebabnya, ada
aliran baru dalam dunia psikologi, dan menyebutnya sebagai psikologi positif.
Menurut Seligman, “Psikologi bukan hanya studi tentang kelemahan dan
kerusakan; psikologi juga adalah studi tentang kekuatan dan kebajikan. Pengobatan
bukan hanya memperbaiki yang rusak; pengobatan juga berarti mengembangkan apa
yang terbaik yang ada dalam diri kita.” Misi Seligman ialah mengubah
paradigma psikologi, dari psikologi patogenis yang hanya berkutat pada
kekurangan manusia ke psikologi positif, yang berfokus pada kelebihan manusia.
Berfokus terhadap
penanganan berbagai masalah bukanlah hal baru dalam dunia psikologi. Sejak
dulu, manusia selalu dipandang sebagai makhluk yang bermasalah. Sejak awal mula
munculnya aliran psikologi (mashab behaviorisme), manusia dipandang sebagai
suatu mekanik yang penuh dengan banyak masalah. Mashab ini kemudian melihat
masalah yang ada pada manusia, belum lagi dengan mashab psikoanalisis yang
melihat kenangan masa lalu sebagai penyebab penderitaan yang ada saat ini.
Apapun itu, psikologi yang berkembang selama bertahun-tahun lamanya lebih
memedulikan kekurangan ketimbang kelebihan yang ada pada manusia. Itulah
sebabnya psikologi yang berkutat pada masalah sering disebut sebagai psikologi
negatif.
Psikologi positif
berhubungan dengan penggalian emosi positif, seperti bahagia, kebaikan, humor,
cinta, optimis, baik hati, dan sebagainya. Sebelumnya, psikologi lebih banyak
membahas hal-hal patologis dan gangguan-gangguan jiwa juga emosi negatif,
seperti marah, benci, jijik, cemburu dan sebagainya. Dalam Richard S. Lazarus,
disebutkan bahwa emosi positif biasanya diabaikan atau tidak ditekankan, hal
ini tidak jelas kenapa demikian. Kemungkinan besar hal ini karena emosi negatif
jauh lebih tampak dan memiliki pengaruh yang kuat pada adaptasi dan rasa nyaman
yang subyektif dibanding melakukan emosi positif. Contohnya, pada saat kita
marah, maka ada rasa nyaman yang terlampiaskan, rasa superior, dan sebagainya.
Ada suatu penelitian mengatakan bahwa marah adalah emosi yang dipelajari,
sehingga dia akan cenderung untuk mengulangi hal yang dirasa nyaman.
Psikologi positif tidak
bermaksud mengganti atau menghilangkan penderitaan, kelemahan atau gangguan
(jiwa), tapi lebih kepada menambah khasanah atau memperkaya, serta untuk
memahami secara ilmiah tentang pengalaman manusia.
Jadi intinya saat ini
kita sudah mengenal yang nama nya psikologi positif, ada baiknya kita merubah
diri kita sedikit demi sedikit. Sebisa mungkin kita lebih mengeluarkan emosi
positif kita dibandingkan emosi negatif kita. Maka hasilnya pun akan positif.
7. Psikologi Lintas Budaya (Cross Culture
Psychology)
Kata budaya sangat umum
dipergunakan dalam bahasa sehari-hari. Paling sering budaya dikaitkan dengan
pengertian ras, bangsa atau etnis. Kata budaya juga kadang dikaitkan dengan
seni, musik, tradisi-ritual, atau peninggalan-peninggalan masa lalu. Sebagai
sebuah entitas teoritis dan konseptual, budaya membantu memahami bagaimana kita
berperilaku tertentu dan menjelaskan perbedaan sekelompok orang. Sebagai sebuah
konsep abstrak, lebih dari sekedar label, budaya memiliki kehidupan sendiri, ia
terus berubah dan tumbuh, akibat dari pertemuan-pertemuan dengan budaya lain,
perubahan kondisi lingkungan, dan sosiodemografis. Budaya adalah produk yang
dipedomani oleh individu-individu yang tersatukan dalam sebuah kelompok. Budaya
menjadi pengikat dan diinternalisasi individu-individu yang menjadi anggota
suatu kelompok, baik disadari maupun tidak disadari. Pada awal perkembangannya,
ilmu psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun
50-an budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya
benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan
peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan
ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya.
Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat
bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi
cabang-cabang ilmu psikologi lainnya.
Sebenarnya bagaimana
hubungan antara psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) membuat
kerangka sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku sosial,
Ekologi - budaya - sosialisasi - kepribadian – perilaku. Sementara itu Berry,
Segall, Dasen, & Poortinga (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk
memahami bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam
keadaan yang berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari
lingkungan fisik, kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama
dengan kondisi lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi
kultural merupakan dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis.
Ketiga hal tersebut kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika,
transmisi budaya dan pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan
suatu perilaku dan karakter psikologis tertentu.
Pada umumnya penelitian
psikologi lintas budaya dilakukan lintas negara atau lintas etnis. Artinya
sebuah negara atau sebuah etnis diperlakukan sebagai satu kelompok budaya. Dari
sisi praktis, hal itu sangat berguna. Meskipun hal tersebut juga menimbulkan
persoalan, apakah sebuah negara bisa diperlakukan sebagai satu kelompok budaya
bila didalamnya ada ratusan etnik seperti halnya indonesia? Dalam posisi
seperti itu, penggunaan bahasa nasional yakni bahasa indonesia menjadi dasar
untuk menggolongkan seluruh orang indonesia ke dalam satu kelompok budaya. Pada
akhirnya tidak ada kategori kaku yang bisa digunakan untuk melakukan
pengelompokan budaya. Apakah batas-batas budaya itu ditandai dengan ras, etnis,
bahasa, atau wilayah geografis, semuanya bisa tumpang tindih satu sama lain
atau malah kurang relevan.
Sebuah definisi
mengenai budaya dalam konteks psikologi lintas budaya diperlukan guna pemahaman
yang sama mengenai apa yang dimaksud budaya dalam psikologi lintas budaya.
Culture as the set of attitudes, values, belifs, and behaviors shared by a
group of people, but different for each individual, communicated from one
generation to the next (Matsumoto, 1996). Definisi Matsumoto dapat diterima
karena definisi ini memenuhi semua perdebatan sebelumnya; budaya sebagai
gagasan, baik yang muncul sebagai perilaku maupun ide seperti nilai dan
keyakinan, sekaligus sebagai material, budaya sebagai produk (masif) maupun
sesuatu (things) yang hidup (aktif dan menjadi panduan bagi individu anggota
kelompok. Selain itu, definisi tersebut menggambarkan bahwa budaya adalah suatu
konstruk sosial sekaligus konstruk individu.
Psikologi lintas budaya
adalah cabang psikologi yang (terutama) menaruh perhatian pada pengujian
berbagai kemungkinan batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang
dari berbagai budaya yang berbeda. Dalam arti sempit, penelitian lintas budaya
secara sederhana hanya berarti dilibatkannya partisipasian dari latar belakang
kultural yang berbeda dan pengujian terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
perbedaan antara para partisipan tersebut.
Dalam arti luas,
psikologi lintas budaya terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan
prinsip-prinsip psikologis bersifat universal (berlaku bagi semua orang di
semua budaya) ataukah khas budaya (culture spscific, berlaku bagi orang-orang
tertentu di budaya-budaya tertentu) (Matsumoto, 2004).
Menurut Seggal, Dasen,
dan Poortinga (1990) psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai
perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu
dibentuk, dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Pengertian
ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman perilaku manusia
di dunia, dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks budaya, tempat
perilaku terjadi. Terdapat beberapa definisi lain (menekankan beberapa
kompleksitas), antara lain:
a. Menurut Triandis,
Malpass, dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu
pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan
metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat
menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan
agar menjadi universal.
b. Menurut Brislin,
Lonner, dan Thorndike, 1973) menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah
kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki
perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat
diramalkan dan signifikan.
c. Triandis (1980)
mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik
mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam
budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
Setiap definisi dari
masing-masing ahli di atas, menitikberatkan ciri tertentu, seperti misalnya
pertama, gagasan kunci yang ditonjolkan ialah cara mengenali hubungan
sebab-akibat antara budaya dan perilaku. Kedua, berpusat pada peluang rampat
(generalizabiliti) dari pengetahuan psikologi yang dianut. Ketiga lebih
menitikberatkan pengenalan berbagai jenis pengalaman budaya. Kempat,
mengedepankan persoalan perubahan budaya dan hubungannya dengan perilaku
individual. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa psikologi lintas budaya adalah psikologi yang
memperhatikan faktor-faktor budaya, dalam teori, metode dan aplikasinya.
Persepsi adalah proses
pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus.
Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak.. Proses kognitif dimulai dari
persepsi.
Pembedaan dengan
sensasi
Istilah persepsi sering
dikacaukan dengan sensasi. Sensasi hanya berupa kesan sesaat, saat stimulus
baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus lainnya dan
ingatan-ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut. Misalnya meja yang
terasa kasar, yang berarti sebuah sensasi dari rabaan terhadap meja.
Sebaliknya persepsi
memiliki contoh meja yang tidak enak dipakai menulis, saat otak mendapat
stimulus rabaan meja yang kasar, penglihatan atas meja yang banyak coretan, dan
kenangan di masa lalu saat memakai meja yang mirip lalu tulisan menjadi jelek.
Jenis-jenis persepsi
Proses pemahaman
terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi
terbagi menjadi beberapa jenis.
Persepsi visual
Untuk melihat contoh persepsi visual,
silahkan lihat gambar-gambar disini.
Persepsi visual didapatkan dari penglihatan. Penglihatan adalah kemampuan untuk
mengenali cahaya dan menafsirkannya, salah satu dari indra. Alat tubuh yang
digunakan untuk melihat adalah mata. Banyak binatang yang indra penglihatannya
tidak terlalu tajam dan menggunakan indra lain untuk mengenali lingkungannya,
misalnya pendengaran untuk kelelawar. Manusia yang daya penglihatannya menurun
dapat menggunakan alat bantu atau menjalani operasi lasik untuk memperbaiki
penglihatannya.
Persepsi ini adalah
persepsi yang paling awal berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan
balita untuk memahami dunianya. Persepsi visual merupakan topik utama dari
bahasan persepsi secara umum, sekaligus persepsi yang biasanya paling sering
dibicarakan dalam konteks sehari-hari.
Persepsi auditori
Persepsi auditori
didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. Pendengaran adalah kemampuan
untuk mengenali suara. Dalam manusia dan binatang bertulang belakang, hal ini
dilakukan terutama oleh sistem pendengaran yang terdiri dari telinga,
syaraf-syaraf, dan otak.
Tidak semua suara dapat
dikenali oleh semua binatang. Beberapa spesies dapat mengenali amplitudo dan
frekuensi tertentu. Manusia dapat mendengar dari 20 Hz sampai 20.000 Hz. Bila
dipaksa mendengar frekuensi yang terlalu tinggi terus menerus, sistem
pendengaran dapat menjadi rusak
Persepsi perabaan
Persepsi perabaan
didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. Kulit dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
bagian epidermis, dermis, dan subkutis.
Kulit berfungsi sebagai
alat pelindung bagian dalam, misalnya otot dan tulang; sebagai alat peraba
dengan dilengkapi bermacam reseptor yang peka terhadap berbagai rangsangan;
sebagai alat ekskresi; serta pengatur suhu tubuh. Sehubungan dengan fungsinya
sebagai alat peraba, kulit dilengkapi dengan reseptor reseptor khusus. Reseptor
untuk rasa sakit ujungnya menjorok masuk ke daerah epidermis. Reseptor untuk
tekanan, ujungnya berada di dermis yang jauh dari epidermis. Reseptor untuk
rangsang sentuhan dan panas, ujung reseptornya terletak di dekat epidermis.
Persepsi penciuman
Persepsi penciuman atau
olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu hidung. Penciuman, penghiduan,
atau olfaksi, adalah penangkapan atau perasaan bau. Perasaan ini dimediasi oleh
sel sensor tespesialisasi pada rongga hidung vertebrata, dan dengan analogi,
sel sensor pada antena invertebrata. Untuk hewan penghirup udara, sistem
olfaktori mendeteksi zat kimia asiri atau, pada kasus sistem olfaktori
aksesori, fase cair. Pada organisme yang hidup di air, seperti ikan atau
krustasea, zat kimia terkandung pada medium air di sekitarnya. Penciuman,
seperti halnya pengecapan, adalah suatu bentuk kemosensor. Zat kimia yang
mengaktifkan sistem olfaktori, biasanya dalam konsentrasi yang sangat kecil,
disebut dengan bau.
Persepsi pengecapan
Persepsi pengecapan
atau rasa didapatkan dari indera pengecapan yaitu lidah. Pengecapan atau
gustasi adalah suatu bentuk kemoreseptor langsung dan merupakan satu dari lima
indra tradisional. Indra ini merujuk pada kemampuan mendeteksi rasa suatu zat
seperti makanan atau racun. Pada manusia dan banyak hewan vertebrata lain,
indra pengecapan terkait dengan indra penciuman pada persepsi otak terhadap
rasa. Sensasi pengecapan klasik mencakup manis, asin, masam, dan pahit.
Belakangan, ahli-ahli psikofisik dan neurosains mengusulkan untuk menambahkan
kategori lain, terutama rasa gurih (umami) dan asam lemak.
Pengecapan adalah
fungsi sensoris sistem saraf pusat. Sel reseptor pengecapan pada manusia
ditemukan pada permukaan lidah, langit-langit lunak, serta epitelium faring dan
epiglotis.
Dinamika Persepsi
Persepsi [perception]
merupakan konsep yang sangat penting dalam psikologi, kalau bukan dikatakan
yang paling penting. Melalui persepsilah manusia memandang dunianya. Apakah
dunia terlihat “berwarna” cerah, pucat, atau hitam, semuanya adalah persepsi
manusia yang bersangkutan. Persepsi harus dibedakan dengan sensasi [sensation].
Yang terakhir ini merupakan fungsi fisiologis, dan lebih banyak tergantung pada
kematangan dan berfungsinya organ-organ sensoris. Sensasi meliputi fungsi
visual, audio, penciuman dan pengecapan, serta perabaan, keseimbangan dan
kendali gerak. Kesemuanya inilah yang sering disebut indera.
Jadi dapat dikatakan
bahwa sensasi adalah proses manusia dalam dalam menerima informasi sensoris
[energi fisik dari lingkungan] melalui penginderaan dan menerjemahkan informasi
tersebut menjadi sinyal-sinyal “neural” yang bermakna. Misalnya, ketika
seseorang melihat (menggunakan indera visual, yaitu mata) sebuah benda berwarna
merah, maka ada gelombang cahaya dari benda itu yang ditangkap oleh organ mata,
lalu diproses dan ditransformasikan menjadi sinyal-sinyal di otak, yang
kemudian diinterpretasikan sebagai “warna merah”.
Berbeda dengan sensasi,
persepsi merupakan sebuah proses yang aktif dari manusia dalam memilah,
mengelompokkan, serta memberikan makna pada informasi yang diterimanya. Benda
berwarna merah akan memberikan sensasi warna merah, tapi orang tertentu akan
merasa bersemangat ketika melihat warna merah itu, misalnya.
Prinsip-Prinsip Persepsi
Berdasarkan Teori Gestalt
Sebagian besar dari
prinsip-prinsip persepsi merupakan prinsip pengorganisasian berdasarkan teori
Gestalt. Teori Gestalt percaya bahwa persepsi bukanlah hasil penjumlahan
bagian-bagian yang diindera seseorang, tetapi lebih dari itu merupakan
keseluruhan [the whole]. Teori Gestalt menjabarkan beberapa prinsip yang dapat
menjelaskan bagaimana seseorang menata sensasi menjadi suatu bentuk persepsi.
Gambar berikut
menunjukkan bahwa persepsi manusia bukanlah hasil penjumlahan unsur-unsurnya
[segitiga terbalik ditambah bujursangkar biru yang terpotong], tetapi seseorang
dapat melihat ada segitiga putih di tengah walau tanpa garis yang membentuk
segitiga tersebut.
Prinsip persepsi yang
utama adalah prinsip figure and ground. Prinsip ini menggambarkan bahwa
manusia, secara sengaja maupun tidak, memilih dari serangkaian stimulus, mana
yang menjadi fokus atau bentuk utama [figure] dan mana yang menjadi latar
[ground].
Dalam kehidupan
sehari-hari, secara sengaja atau tidak, kita akan lebih memperhatikan stimulus
tertentu dibandingkan yang lainnya. Artinya, kita menjadikan suatu informasi
menjadi figure, dan informasi lainnya menjadi ground. Salah satu fenomena dalam
psikologi yang menggambarkan prinsip ini adalah, orang cenderung mendengar apa
yang dia ingin dengar, dan melihat apa yang ingin dia lihat.
Prinsip
Pengorganisasian
Sebagai contoh dalam
kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang akan mempersepsikan beberapa orang yang
sering terlihat bersama-sama sebagai sebuah kelompok / peer group. Untuk orang
yang tidak mengenal dekat anggota “kelompok” itu, bahkan akan tertukar
identitas satu dengan yang lainnya, karena masing-masing orang [sebenarnya ada
4 lajur titik] terlabur identitasnya dengan keberadaan orang lain [dipersepsi
sebagai 2 kelompok titik].
Prinsip similarity; seseorang akan cenderung
mempersepsikan stimulus yang sama sebagai satu kesatuan.
Prinsip continuity; prinsip ini menunjukkan bahwa kerja
otak manusia secara alamiah melakukan proses melengkapi informasi yang
diterimanya walaupun sebenarnya stimulus tidak lengkap.
Dalam kehidupan
sehari-hari, contohnya adalah fenomena tentang bagaimana gosip bisa begitu
berbeda dari fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai informasi oleh
seseorang, kemudian diteruskan ke orang lain setelah “dilengkapi” dengan
informasi lain yang dianggap relevan walaupun belum menjadi fakta atau tidak
diketahui faktanya.
Determinasi Persepsi
Di samping
faktor-faktor teknis seperti kejelasan stimulus [mis. suara yang jernih, gambar
yang jelas], kekayaan sumber stimulus [mis. media multi-channel seperti
audio-visual], persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis. Faktor
psikologis ini bahkan terkadang lebih menentukan bagaimana
informasi/pesan/stimulus dipersepsikan.
Faktor yang sangat
dominan adalah faktor ekspektansi dari si penerima informasi sendiri.
Ekspektansi ini memberikan kerangka berpikir atau perceptual set atau mental
set tertentu yang menyiapkan seseorang untuk mempersepsi dengan cara tertentu.
Mental set ini dipengaruhi oleh beberapa hal.
Ketersediaan
informasi sebelumnya; ketiadaan
informasi ketika seseorang menerima stimulus yang baru bagi dirinya akan
menyebabkan kekacauan dalam mempersepsi. Oleh karena itu, dalam bidang
pendidikan misalnya, ada materi pelajaran yang harus terlebih dahulu
disampaikan sebelum materi tertentu. Seseorang yang datang di tengah-tengah
diskusi, mungkin akan menangkap hal yang tidak tepat, lebih karena ia tidak
memiliki informasi yang sama dengan peserta diskusi lainnya. Informasi juga
dapat menjadi cues untuk mempersepsikan sesuatu.
Kebutuhan; seseorang akan cenderung
mempersepsikan sesuatu berdasarkan kebutuhannya saat itu. Contoh sederhana,
seseorang akan lebih peka mencium bau masakan ketika lapar daripada orang lain
yang baru saja makan.
Pengalaman masa
lalu; sebagai hasil
dari proses belajar, pengalaman akan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang
mempersepsikan sesuatu. Pengalaman yang menyakitkan ditipu oleh mantan pacar,
akan mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan orang lain yang mendekatinya
dengan kecurigaan tertentu. Contoh lain yang lebih ekstrim, ada orang yang
tidak bisa melihat warna merah [dia melihatnya sebagai warna gelap, entah hitam
atau abu-abu tua] karena pernah menyaksikan pembunuhan. Di sisi lain, ketika
seseorang memiliki pengalaman yang baik dengan bos, dia akan cenderung
mempersepsikan bosnya itu sebagai orang baik, walaupun semua anak buahnya yang
lain tidak senang dengan si bos.
Faktor psikologis lain
yang juga penting dalam persepsi adalah berturut-turut: emosi, impresi dan
konteks.
Emosi; akan mempengaruhi seseorang dalam
menerima dan mengolah informasi pada suatu saat, karena sebagian energi dan
perhatiannya [menjadi figure] adalah emosinya tersebut. Seseorang yang sedang
tertekan karena baru bertengkar dengan pacar dan mengalami kemacetan, mungkin
akan mempersepsikan lelucon temannya sebagai penghinaan.
Impresi; stimulus yang salient / menonjol,
akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi seseorang. Gambar yang besar, warna
kontras, atau suara yang kuat dengan pitch tertentu, akan lebih menarik
seseorang untuk memperhatikan dan menjadi fokus dari persepsinya. Seseorang
yang memperkenalkan diri dengan sopan dan berpenampilan menarik, akan lebih mudah
dipersepsikan secara positif, dan persepsi ini akan mempengaruhi bagaimana ia
dipandang selanjutnya.
Konteks; walaupun faktor ini disebutkan
terakhir, tapi tidak berarti kurang penting, malah mungkin yang paling penting.
Konteks bisa secara sosial, budaya atau lingkungan fisik. Konteks memberikan
ground yang sangat menentukan bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure
yang sama, tetapi dalam ground yang berbeda, mungkin akan memberikan makna yang
berbeda.
Sekali dalam hidup,
saya dilumpuhkan oleh rasa takut. Waktu itu saya harus mengikuti ujian
kalkulus, ketika baru menginjak tahun pertama di Perguruan Tinggi. Entah
bagaimana, pokoknya saya tidak belajar. Saya masih ingat ketika saya memasuki
ruang ujian di pagi hari dengan perasaan kacau balau menggalayut di hati.
Padahal saya kerap mengikuti kuliah diruang itu. Tetapi, pagi itu pemandangan di luar jendela seakan-akan kosong
dan ujian itu pun serasa tidak ada. Yang tampak jelas hanyalah
petak-petak ubin dihadapan saya sewaktu saya berjalan menuju bangku di dekat
pintu. Sewaktu saya membuka buku ujian yang bersampul biru itu, telinga saya
dipenuhi suara degup jantung, kecemasan serasa menghantam perut. Saya melihat
soal-soal ujian itu sekilas. Putus asa. Selama satu jam saya hanya mampu
memandangi soal-soal itu, sementara pikiran saya berputar-putar merenungkan
akibat yang akan saya tanggung. Gagasan yang sama terulang terus-menerus,
membentuk lingkaran pita ketakutan dan kekhawatiran. Saya duduk tak bergerak
persis seekor hewan yang mati kaku terkena panah beracun. Yang paling
mengejutkan saya akan momen menakutkan itu adalah betapa otak saya jadi
“macet”. Saya menyia-nyiakan waktu ujian dengan tidak berusaha membuat jawaban
sebisa-bisanya. Saya tidak melamun. Saya hanya mampu duduk terpaku karena
ketakutan, menunggu siksaan itu berakhir. (di kutip dari Emotional Intelligence oleh Daniel
Goleman, 2009:109)
Peristiwa semacam ini
mungkin pernah kita alami. Entah mengapa, ketakutan/kecemasan dapat
menghancurkan rencana yang telah kita susun rapi. Motivasi dapat berubah
menjadi tekanan, harapan dapat berubah menjadi sikap pesimis. Daya konsentrasi
berkurang, karena kita terfokus pada kecemasan.
Bila emosi mengalahkan
konsentrasi, yang dilumpuhkan adalah kemampuan mental yang oleh ilmuan kognitif
disebut “working memory”, yaitu kemampuan untuk menyimpan dalam benak
semua informasi yang relevan dengan tugas yang sedang dihadapi.
Pada akhir-akhir ini
para ahli psikologi kognitif menaruh perhatian besar terhadap keterkaitan
antara aspek emosi dengan proses-proses kognitif karena beberapa alasan yang
dapat dikemukakan. Pertama, bahwa keadaan emosi
dapat mempengaruhi proses-proses kognitif dalam bentuk-bentuk atau cara-cara
yang sangat penting, bahkan berakibat fatal. Oleh sebab itu, ada sesuatu hal
yang esensial bagi psikologi untuk memahami apa dan bagaimana emosi
mempengaruhi aktivitas kognitif seseorang. Kedua, cara-cara yang lebih
berguna untuk dikembangkan, sehingga memungkinkan dilakukan manipulasi atau
rekayasa pengalaman emosi secara eksperimental sebagai variabel bebas. Misalnya
suasana emosinya dengan hipnotis atau verbal, sehingga membuat mereka mengalami
emosi sedih atau gembira pada saat itu. Dengan makin canggih metode yang
dipergunakan maka memungkinkan untuk dilakukan penelitian yang lebih luas. Ketiga,
keterbatasan penelitian yang dilakukan dalam bidang klinis. Sejak sepuluh tahun
yang lalu, kebanyakan penelitian mengenai pengaruh depresi terhadap ingatan dan
proses kognitif yang lain menggunakan pasien klinis, dan tidak melibatkan
rekayasa emosi pada orang-orang normal. Dengan begitu, tanpa dilakukan
manipulasi secara langsung terhadap emosi subjek yang normal maka sulit
diketahui dengan jelas apakah suatu proses kognitif memang dipengaruhi oleh
suasana emosi yang sedang berlangsung, atau karena faktor sindrom depresif
secara umum. Terakhir, tumbuhnya suatu keyakinan bahwa pertimbangan
teoritis tentang ingatan dan kognisi pada umumnya harus dapat menjelaskan juga
mengenai pengaruh aspek-aspek afektif atau emosi seperti stres, kecemasan,
depresi, nilai, arousal, terhadap proses-proses
kognitif. Dengan demikian, teori kognitif yang lengkap pada akhirnya harus
mencakup penjelasan tentang bagaimana peran-peran penting aspek-aspek emosi di
dalam keseluruhan proses kognitif manusia.
Apa saja yang
mempengaruhi emosi, bagaimana working memory tersebut bekerja? Kita akan
membahas satu persatu mulai dari emosi, motivasi, proses kognitif dan hubungan
antara emosi, motivasi, dan proses kognitif.
Emosi
Emosi pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi masalah yang
telah tertanam melalui mekanisme evolusi. Akar kata emosi adalah movere
(bahasa latin) yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-”
untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Menurut kamus “Oxford
English Dictionary” mendefenisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau
meluap-luap”. Secara umum, para psikolog memfokuskan pendefenisian emosi pada
tiga komponen utama: perubahan fisiologis (perubahan pada wajah, otak
dan tubuh), proses kognitif (interpretasi suatu peristiwa), dan pengaruh
budaya (membentuk pengalaman dan ekspresi emosi). Emosi
adalah situasi stimulasi yang melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivasi pada otak, penilaian kognitif,
perasaan subjektif, dan kecenderungan melakukan suatu tindakan yang dibentuk
seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.
Sebagian ahli,
menggolongkan antara emosi primer dan emosi sekunder. Golongan
emosi-emosi primer yang merupakan penggerak dasar tingkah laku. Tingkah laku
terwujud dari emosi primer ataupun sekunder (gabungan antara beberapa emosi
primer).
· Amarah:
beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa
pahit (sinestesia), berang, tersinggung, bermusuhan, dan brang kali yang paling
hebat, tindak kekerasan dan kebencian patologis.
· Kesedihan:
pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, putus asa,
ditolak, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
· Rasa takut:
Cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, khawatir,
waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut, dan sebagai patologi
adalah fobia dan panic.
· Kenikmatan:
bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan
indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar
biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya mania
· Cinta:
penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rsa dekat, bakti, hormat,
kasmaran, kasih.
· Terkejut:
terkejut, tersigap, takjub, terpana.
· Jengkel: hina,
jijik, muak, benci, tidak suka, mau muntah (sinestesia).
· Malu: rasa
salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Aktivitas emosi
dipengaruhi oleh aktivitas fisiologis (otak dan transformasi hormon).
Amigdala merupakan suatu bagian kecil dari otak kita yang memiliki peran
penting dalam emosi, terutama rasa takut. Amigdala bertugas mengevaluasi
informasi sensorik yang kita terima, dan kemudian dengan cepat menentukan
kepentingan emosionalnya, dan membuat keputusan untuk mendekati atau menjauhi
suatu objek atau suatu situasi. Amigdala bekerja mengevalusi bahaya atau ancaman.
Peran Prefrontal Cortex, adalah merespon dan memotivasi respon-respon
tertentu, mengatur dan menjaga agar emosi tetap seimbang (perasan suka dan
benci, menjauh dan mendekat dan lain-lain).
Kelenjar yang
berhubungan dengan emosi adalah kelenjar adrenalin yang akan memproduksi hormone
epinephrine dan norepinephrine. Hormon ini bekerja sebagai respon
terhadap beragam tantangan dalam lingkungan. Hormone ini akan diproduksi pada
saat tertawa, geli, marah, takut dan lain-lain.
Motivasi
Motivasi adalah dorongan
dari dalam diri individu (drive) yang membuat seseorang melakukan
sesuatu. Motivasi seperti bahan bakar pada mesin, menentukan mesin bergerak
atau akan terdiam selamanya. Istilah motivasi, seperti halnya kata emosi,
berasal dari kata latin, yang berarti “bergerak”. Ilmu psikologi tentu
saja mempelajari motivasi, sasarannya adalah mempelajari penyebab atau alasan
yang membuat kita melakukan apa yang kita lakukan. Motivasi merujuk pada pada
proses yang menyebabkan organisme tersebut bergerak menuju suatu tujuan, atau
bergerak menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan.
Motivasi memiliki penekanan pada tujuan (goals). Tujuan yang
telah kita tetapkan dan alasan yang kita miliki untuk mengejar tujuan tersebut
akan menetapkan pencapaian (prestasi) yang kita dapatkan, meskipun tidak semua
tujuan akan menuntun kita pada prestasi yang nyata. Tujuan dapat meningkatkan
motivasi apabila kondisi berikut ini:
ü Tujuan bersifat
spesifik. Tujuan yang tidak jelas, seperti “melakukan yang terbaik”,
bukalah tujuan yang efektif, tujuan ini bahkan tidak berbeda dengan tidak
memiliki tujuan sama sekali. Kita perlu lebih spesifik menentukan tujuan,
termasuk menentukan waktu pengerjaan.
ü Tujuan harus
menantang, namun dapat dicapai. Kita cenderung bekerja keras untuk mencapai
tujuan yang sulit namun realistis. Semakin tinggi dan semakin sulit suatu
tujuan maka semakin tinggi juga tingkat motivasi dan kinerja kita, kecuali kita
memilih suatu tujuan yang mustahil dicapai.
ü Tujuan kita
dibatasi pada mendapatkan apa yang kita inginkan, bukannya apa yang tidak kita
inginkan. Tujuan mendekat (approach goal) merupakan penglaman
positif yang kita harapkan secara langsung, seperti mendapatkan nilai yang
lebih baik atau mempelajari cara menyelam dilaut. Tujuan menghindar (avoidance
goal) melibatkan usaha menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan,
seperti berusaha tidak mempermalukan diri sendiri.
Mendefiniskan tujuan
yang kita miliki akan semakin mendekatkan kita dengan keberhasilan. Namun apa
yang terjadi bila kita menemukan rintangan? Beberapa orang akan menyerah saat
menghadapi kesulitan atau mundur, sedangkan beberapa orang lainnya justru
termotivasi saat menghadapi tantangan. Sebuah pertanyaan penelitian: Factor
apakah yang dapat memprediksi bahwa bakat, ambisi, dan IQ dapat memprediksi
orang akan terus berusaha atau akan menyerah? Pendapat umumnya menyatakan bahwa
eksistensi motivasi bersifat dikotomi (seseorang memiliki motivasi atau
sebaliknya tidak memiliki motivasi, tidak ada motivasi antar keduanya). Hal
lain yang mempengaruhi kekuatan motivasi seorang adalah jenis sasaran yang akan
diusahakan (apakah untuk menunjukkan kemampuan atau untuk mendapatkan kepuasan
dari proses tersebut).
Proses Kognitif
Proses kognitif areanya
sangat luas (proses berpikir, intelegensi, pengetahuan umum dan lain-lain).
Disini kita hanya akan membahas antara intelegensi dan emosi. Intelegensi
emosional adalah suatu kemampuan mengidentifikasi emosi yang dialami oleh diri
sendiri dan orang lain dengan akurat, kemampuan mengekspresikan emosi dengan tepat,
dan kemampuan mengatur emosi pada diri sendiri dan orang lain. Orang yang
memiliki intelegensi emosional (EQ) yang tinggi mampu menggunakan emosi mereka
untuk meningkatkan motivasi mereka, menstimulasi pemikiran yang kreatif, dan
mengembangkan empati terhadap orang lain. Orang-orang yang memiliki intelegensi
emosi yang kurang baik akan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi emosi
pada diri mereka sendiri.
Beberapa orang memiliki
argumen bahwa intelegensi emosional bukanlah kemampuan kognitif yang spesial,
melainkan kumpulan karakteristik-karakteristik kepribadian, seperti empati dan
ekstroversi. Terlepas dari kontroversi yang ada, pengembangan konsep
intelegensi merupakan sesuatu yang sangat berguna bagi kita semua. Pengembangan
tersebut memaksa kita berpikir kritis mengenai makna intelegensi dan memaksa
kita mempertimbangkan beragam jenis “intelegensi”
yang membantu kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pendekatan kognitif
juga membantu penyusuran berbagai strategi pembelajaran anak-anak yang mampu
secara efektif meningkatkan kemampuan anak dalam membaca, menulis, mengerjakan
pekerjaan rumah dan menjalani ujian. Sebagai contoh, anak-anak diajari
menggunakan waktu dengan bijak sehingga tidak menunda-nunda dan mampu
membedakan persiapan untuk ujian pilihan ganda dengan ujian essai. Yang paling
penting, berbagai pendekatan baru dalam menjelaskan intelegensi telah menghapus
set mental yang keliru, yang menganggap intelegensi yang diukur oleh tes IQ
satu-satunya variabel yang menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam
kehidupannya.
Hubungan Emosi,
Motivasi dan Proses Kognitif
Berbagai temuan yang
mengindikasikan adanya pengaruh-pengaruh keadaan emosi seseorang terhadap
aktivitas kognisi dapat dilihat dalam beberapa pendekatan teoritis. Khusus pendekatan
arousal, disini membahas tentang emosi, motivasi dan pengaruhnya terhadap
proses kognitif yang sedang berlangsung.
A. Network Theory
(teori jaringan kerja)
Teori ini dikembangkan
oleh Gordon Bower dkk (1980). Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa
emosi-emosi disimpan sebagai node-node atau komponen-komponen di dalam ingatan
semantik. Setiap emosi yang menonjol seperti gembira, murung (depresi), atau
ketakutan, memiliki komponen atau unit khusus di dalam ingatan yang terkumpul
bersama-sama dengan banyak emosi yang lain seperti jaringan. Masing-masing unit
emosi tersebut juga dihubungkan oleh proposisi yang menggambarkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika seseorang sedang mengalami emosi itu.
Node-node emosi ini dapat diaktifkan kembali oleh berbagai stimulus, misalnya
simbol-simbol bahasa atau objek-objek fisik.
Contoh: kenangan indah
yang pernah dialami pada waktu masih muda, dapat dimunculkan kembali dari
ingatan seseorang ketika mendengarkan lagu-lagu atau kenangan masa lalu.
B. Schema Theory
(Tori Skema)
Teori ini berpandangan
bahwa orang-orang yang memiliki emosi atau suasana hati tertentu memiliki suatu
bungkai kerja yang digeneralisasikan yang disebut skema yang serupa dengan
suasana hati tersebut. Jadi, orang yang sedang mengalami kesedihan akan
memiliki skema sedih dan menggunakannya untuk mengorganisasikan informasi.
Teori skema secara
konseptual hampir serupa dengan teori network, karena keduanya mendasarkan
pandangan pada struktur pengetahuan (knowledge structures) yang berupa
suatu jaringan atau skema di dalam system kognitif manusia. Perbedaan yang
menonjol antara kedua teori ini adalah:
ü Teori network berpijak
pada asumsi bahwa suatu unit emosi dapat diaktifkan kembali dari jaringan
seseorang, sementara teori skema menggunakan asumsi berupa pemberlakuan
kerangka kerja yang disebut skema terhadap informasi yang baru atau di
kemudian.
ü Teori network
lebih terkenal daripada teori skema. Namun, dewasa ini teori skema mengalami
perkembangan dan kemajuan, sehingga sekarang para ahli psikologi juga mulai
banyak menggunakan teori skema untuk menjelaskan berbagai fenomena kognitif
manusia.
C. Resource
Allocation or Capasity Model (Teori Alokasi Sumber kapasitas)
Teori ini dikembangkan
secara luas oleh Henry Ellis dkk (sejak pertengahan tahun 1980-an). Ide dasar
dari teori ini adalah pemberian jatah kapasitas perhatian terhadap suatu tugas
yang cocok. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan:
ü Peranan keadaan
emosional dalam mengatur jumlah kapasitas yang diperuntukkan bagi beberapa
tugas kognitif.
ü Permintaan atau
tuntutan tugas-tugas itu sendiri terhadap pemrosesan kapasitas.
Model ini diambil dari
konsep tentang alokasi terhadap sumber-sumber kapasitas yang merupakan bagian
dari teori kapasitas yang merupakan bagian dari teori kapasitas umum untuk
menerangkan fenomena perhatian (attention). Teori ini berasumsi bahwa
terdapat keterbatasan sumber kapasitas perhatian yang dapat dialokasikan oleh
seseorang kepada setiap tugas yang dikerjakan.
D. Teori Arousal
Arousal adalah keadaan
emosi seseorang yang berkaitan dengan gairah, nafsu, semangat, termotivasi,
atau kebangkitan. Jadi arousal dapat bergerak dari keadaan yang penuh semangat,
gairah, atau kebangkitan, sampai pada keadaan sebaliknya yakni tidak
bersemangat, tidak bergairah sama sekali, atau malas. Emosi-emosi seperti ini
sangat memepengaruhi kinerja seseorang menyelesaikan tugas-tugas kognitif
misalnya mengingat, belajar, membuat keputusan dan memecahkan masalah.
Yerkes & Dodson
telah menguji hubungan antara arousal dengan kinerja seseorang dalam suatu
tugas. Dia berasumsi bahwa:
a. Hubungan antara
tingkat tekanan, semangat, atau keadaan termotivasi dengan kinerja dalam tugas
adalahberbentuk kurva “U” terbalik. Kinerja optimal dapat terjadi apabila
semangat (arousal) berada pada tingkat yang sedang atau moderat.
b.
tinggi
Tingkat optimal dari
semangat atau gairah berhubungan secara terbalik dengan tingkat kesulitan
tugas.
Kinerja
Buruk
Tinggi
Rendah
Tingkat Arousal
Apabila seseorang
berada pada tingkat arousal atau semangat yang sangat tinggi, atau sebaliknya
sangat rendah, ia cendeerung menunjukkan kinerja yang kurang efektif. Alasannya
adalah:
ü Kinerja buruk pada
semangat tingkat rendah disebabkan karena banyak isyarat yang tidak relevan
pada tugas pada saat itu muncul dalam pikiran seseorang.
ü Kinerja buruk pada
semangat tingkat tinggi disebabkan karena beberapa isyarat yang relevan dengan
tugas pada saat itu diabaikan.
Kognisi manusia tidak
selalu bersifat rasional karena melibatkan banyak bias dalam persepsi dan dalam
ingatan manusia. Sebaliknya, emosi juga tidak selalu bersifat rasional, emosi
dapat menyatukan manusia, mengatur jalannya sebuah hubungan dan memotivasi
orang dalam mencapai suatu sasaran. Tanpa kemampuan merasakan emosi, manusia
akan mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan atau dalam merencanakan masa
depannya.
Beberapa contoh
pengaruh emosi dan proses kognitif adalah:
o Suasana hati dan
pemilihan informasi
Gagasan mengenai
pengaruh suasana hati terhadap pemilihan informasi disebut mood conqruence
effect. Pengaruh yang menunjuk pada penemuan bahwa orang-orang lebih
cenderung mengingat informasi yang sesuai atau sama seperti keadaan suasana
hati yang sedang dialami pada waktu mereka mempelajari suatu materi atau
memproses informasi.
o Suasana hati dan
mengingat kembali
Efek ketergantungan
terhadap suasana hati muncul apabila materi dalam suasana hati tertentu diingat
kembali dengan baik apabila seseorang diuji dalam suasana hati yang serupa
dengan ketika ia mempelajari atau menerima informasi tersebut.
o Suasana hati dan
proses transformasi informasi
Transformasi informasi
dikenal sebagai incoding, ialah informasi disimpan didalam gudang
ingatan setelah informasi itu diterima melalui alat indera (sensory).
o Suasana hati dan
ketepatan menilai hubungan
Jika pada beberapa
proses kognisi yang lain orang melihat pengaruh dari keadaan emosi sedih
seperti depresi dan stres lebih bersifat merusak atau mengganggu dari pada
menguntungkan. Tapi ini dapat terjadi sebaliknya.
o Suasana hati dan
penggalian informasi
Ada dua kemungkinan,
dimana suasana hati akan mempengaruhi proses penggalian informasi,
menguntungkan atau merugikan.
o Suasana hati dan
proses berusaha
Pengaruh ini sangat
bergantung pada jenis tugas yang diberikan kepada seseorang.
o Kecemasan dan
kinerja
Banyak penelitian
menunjukkan bahwa kecemasan memiliki pengaruh negatif yang berkibat menurunkan
pengaruh negatif yang berakibat menurunkan kapasitas kognitif seseorang dalam
mengerjakan tugas-tugas yang lebih sukar atau konplek.
o Emosi dan kesaksian
Banyak dijumpai bahwa,
keadaan stres atau cemas dapat menyebabkan ingatan seseorang terganggu. Stres
berat dapat mengurangi ketepatan pemberian kesaksian oleh seorang saksi mata
ketika berada di ruang pengadilan.
o Suasana hati dan
atribusi
Susana hati yang baik
atau buruk dapat menyebabkan keberhasilan atau kegagalan dari kinerja. Dari
hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa suasana hati mempunyai pengaruh
yang bersifat moderat terhadap atribusi yang dilakukan seseorang.
o Suasana hati dan
pemecahan masalah secara kreatif
Secara umum dapat
dikatakan bahwa suasana hti positif lebih meningkatkan perilaku kreatif
daripada suasana hati yang netral, sedangkan suasana hati yang negatif
cenderung menurunkan perilaku kreatif.
o Suasana hati dan
pembuatan keputusan
Proses pembuatan
keputusan dapat dipeengaruhioleh faktor afeksi. Faktor afeksi yang sering
dijadikan variabel penelitian adalah suasana hati (mood), misalnya
sedih, marah atau cemas atau sebaliknya bahagia atau senang.
Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental
atau pikiran. Proses ini meliputi bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan
dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan kembali
sebagai petunjuk dalam sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, psikologi
kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi.
Peran Psikologi Kognitif
Di dalam dunia psikologi, mempelajari psikologi kognitif sangat diperlukan,
karena :
Kognisi adalah proses mental atau pikiran yang berperan penting dan
mendasar bagi studi-studi psikologi manusia.
Pandangan psikologi kognitif banyak mempengarui bidang-bidang psikologi
yang lain. Misalnya pendekatan kofnitif banyak digunakan di dalam psikologi
konseling, psikologi konsumen dan lain-lain.
Melalui prinsiprinsip kognisi, seseorang dapat mengelola informasi secara
efisien dan terorganisasikan dengan baik.
Faktor-Faktor Pendorong Berkembangnya Psikologi Informasi
Beberapa faktor pendorong berkembangnya psokologi informasi antara lain :
Penurunan popularitas psikologi behaviorisme karena psikologi tidak dapat
menerangkan tingkah laku manusia secara komplek
Perkembangan konsep tentang kemampuan berbahasa yang dimiliki manusia.
Munculnya teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget (ahli psikologi dari
Swiss). Piaget mengemukakan beberapa hukum-hukum tentang kognitif, yaitu :
Setiap orang punya aspek kognitif, yang terdiri dari aspek-aspek struktural
intelektual.
Perkembangan kognitif adalah hasil interaksi dari kematangan organisme dan
pengaruh lingkungan.
Proses kognitif itu meliputi aspek persepsi, ingatan, pikiran,
simbol-simbol, penalaran dan pemecahan persoalan.
Dalam psikologi kognitif, bahasa menjadi salah atu objek yang penting,
karena merupakan perwujudan sikap kognitif.
Sisi-sisi kognitif dipengaruhi oleh lingkungan dan biologis
Aspek kognitif
Kematangan → Semakin bertambahnya usia, maka semakin bijaksana seseorang.
Pengalaman → hasil interaksi dengan orang lain.
Transmisi sosial → hubungan sosial dan komunikasi yang sesuai dengan
lingkungan.
Equilibrasi → perpaduan dari pengalaman dan proses transmisi sosial.
Ada 2 sistem yang mengatur kognitif
Skema → antar sistem yang terpadu dan tergabung
Adaptasi, terdiri dari asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi terjadi pada objek yang meliputi biologis (refleksi, keterbatasan
kemampuan dll) dan kognitif (menggabungkan sesuatu yang sudah diperoleh)
Akomodasi terjadi pada subjek
4. Mengandung perkembangan pendekatan pemrosesan informasi, pendekatan ini
bersal dari ilmu komunikasi dan komputer.
KONSEP-KONSEP DASAR PSIKOLOGI KOGNITIF BERKAITAN DENGAN INFORMASI
Ada dua konsep dasar psikologi kognitif, yaitu kognisi dan pendekatan
kognitif.
A. Kognisi
Dalam istilah kognisi, maka psikologi kognitif dipandang sebagai cabang
psikologi yang mempelajari proses-proses mental atau aktivitas pikiran manusia,
misalnya proses-proses persepsi, ingatan, bahasa, penalaran dan pemecahan
masalah.
Contoh-contoh yang berkaitan dengan informasi :
Proses-Proses persepsi
Ada seorang karyawan baru yang bekerja di suatu perusahaan yang tingkat
profesionalismenya kurang. Di situ, baik karyawan yang rajin maupun yang malas
mendapat gaji yang sama. Setelah lama beradaptasi di kantor itu, karyawan beru
tersebut memiliki persepsi bahwa dia tidak perlu bekerja dengan sungguh-sungguh
karena tidak akan berpengaruh pada gajinya.
Ingatan
Kemampuan mengingat informasi dari membaca tentunya akan lebih lama dari
hanya sekedar mendengar. Karena dengan membaca, pikiran / otak kita akan
bekerja lebih keras untuk memahami dan menyimpan informasi tersebut. Sedangkan
dengan mendengar, kita hanya mengandalkan telinga, asalkan kita hafal. Bahkan
kadang-kadang tanpa pemahaman.
Bahasa
Informasi akan lebih mudah kita pahami dan kita mengerti, apabila bahasa
yang digunakan sesuai dengan bahasa kita, maka informasi itu akan lebih
maksimal kita gunakan. Karena otak / pikiran kita mampu mencerna inti informasi
tersebut.
Penalaran
Seseorang yang memiliki penalaran secara baik akan dapat memperoleh
informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut, tidak hanya dari satu sisi
saja. Tapi dapat diperoleh dari bagian lain, karena suatu masalah biasanya yang
hanya memiliki indikasi.
Persoalan
Sikap dan perilaku manusia dapat mencerminkan masalah yang sedang dihadapi.
Sikap dan perilaku ini, apabila digabungkan dengan informasi yang sudah ada,
maka dapat menciptakan suatu solusi.
B. Pendekatan Kognisi
Sebagai suatu pendekatan maka psikologi kognitif dapat dipandang sebagai
cara tertentu di dalam mendekati berbagai fenomena psikologi manusia. Konsep
ini menekankan pada peran-peran persepsi, pengetahuan, ingatan, dan
proses-proses berpikir bagi perilaku manusia.
Contoh yang berkaitan dengan informasi
Peran-Peran persepsi
Orang yang berpersepsi / berpikir bahwa kegagalan adalah sukses yang
tertunda, dia akan selalu berusaha untuk mencoba lagi, walaupun dia ridak tahu
kapan dia akan berhasil. Karena dipikirannya semakin dia mencoba, semakin banyak
informasi yang didapat, maka tingkat kesalahan dapat diminimalisir / dihindari.
Hal ini menjadikannya sebagai pribadi yang sabar dan ulet.
Pengetahuan
Orang yang banyak pengetahuan, biasanya lebih mengerti dan dapat mengelola
informasi dengan cepat, karena dia tahu bagaimana cara mendapatkan informasi
yang cepat, tepat, murah dan efisien.
Proses-Proses Berpikir
Jenjang pendidikan, lingkungan sekitar serta cara hidup mempengaruhi
proses-proses dan pola berpikir kita. Orang yang berpendidikan tinggi, hidup di
lingkungan berpendidikan dan cara hidup yang modern, biasanya akan mencari
suatu informasi dengan cara yang berbasis teknologi yang lebih cepat dan
praktis. Ini karena mereka telah dibentuk menjadi pribadi yang modern dengan
cara berpikir yang cepat.
Roberts Woodworth dan Marquis DG dalam
bukunya Psycology: “Psycology is the scientific studies of individual
activities relations to the inveronment” (psikologi adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungan
dengan alam sekitarnya).
Pendekatan-pendekatan Terhadap
Psikologi
Pendekatan Neorobiologi
Pada pokoknya, kejadian-kejadian
psikologi tergambat dalam kebiasaan yang digerakkan oleh otak dan sistem saraf.
Suatu pendekatan terhadap studi manusia berusaha menghubungkan perilaku dengan
hal-hal yang terjadi dalam tubuh, terutama dalam otak dan sistem syaraf,
pendekatan ini mencoba mengkhususkan proses neurobiologi yang mendasari
perilaku dan kegiatan mental. Contoh: perubahan yang terjadi dalam sistem saraf
karena adanya proses belajar mengenai hal yang baru.
Pendekatan perilaku (Behaviorisme)
Dengan pendekatan ini, seorang ahli
psikologi mempelajari individu dengan cara mengamati perilakunya dan bukan
mengamati kegiatan bagian dalam tubuh.
Pendekatan kognitif
Para ahli psikologi kognitif
berpendapat bahwa kita bukanlah penerima rangsangan yang pasif, otak kita
secara aktif mengolah informasi yang diterima dan mengubahnya dalam bentuk dan
kategori baru.
Pendekatan Psikoanalitik
Dasar pemikiran teori freud ialah
bahwa sebagian besar perilaku kita berasal dari proses yang tidak disdari (unconscious
processes) yang dimaksud dengan proses yang tidak disadari ialah pemikiran,
rasa takut, keinginan-keinginan yang tidak disadari seseorang tetapi membawa
pengaruh terhadap perilakunya. Ia percaya bahwa banyak dari implus pada masa
kanak-kanak yang dilarang dan dihukum oleh para orang tua dan masyarakat
berasal dari naluri pembawaan (innate instine)
Pendekatan Fenomenologis
Memusatkan perhatian pada pengalaman
subjektif. Pendekatan ini berhubungan dengan pandangan pribadian mengenai dunia
dan penafsiran mengenai berbagai kejadian yang dihadapinya.
Ruang Lingkup Psikologi Kontemporer
Bidang-bidang psikologi antara lain:
Psikologi eksperimental dan fisiologi
Psikologi perkembangan, psikologi
sosial, dan psikologi kepribadian
Psikologi klinis dan penyuluhan
Psikologi sekolah dan pendidikan
Psikologi industri dan rekayasa
INGATAN (MEMORY)
Perbedaan-perbedaan dalam ingatan
Tahapan ingatan
Kekuatan ingatan minor dapat dibagi
dalam tiga tahapan yaitu:
Tahapan encoding
Anda mengubah fenomena fisik
(gelombang-gelombang suara) yang sesuai dengan nama yang diucapkan ke dalam
kode yang diterima ingatan dan anda menempatkan kode tersebut dalam ingatan
Tahapan penyimpanan (storage stage)
Anda mempertahankan atua menyimpan
nama itu selama waktu antara kedua pertemuan tadi
Tahapan mengingat kembali (retrieval
stage)
Anda dapat mendapatkan kembali nama
itu dari penyimpanan pada waktu pertemuan kedua
Jenis Ingatan
Ingatan jangka pendek
Pemasukan pesan dalam ingatan (encoding)
Untuk dapat menyimpan informasi ke
dalam ingatan jangka pendek, harus memperhatikan informasi tersebut. Karena
kita sangat selektif tentang apa yang kita perhatikan, ingatan jangka pendek
kita hanya berisi apa yang dipilih. Hal ini berarti bahwa sebagian besar dari
apa yang telah terlihat oleh kita tidak pernah memasuki ingatan jangka pendek
dan tentu saja tidak akan mungkin dapat digunakan untuk pengingat kembali di
kemudian hari.
Penyimpanan (storage)
Mungkin kenyataan yang paling mencolok
mengenai ingatan pendek ialah bahwa ingatan ini mempunyai kapasitas yang
terbatas. Batas rata-ratanya adalah 7 butir lebih atau kurang dua (7 ± 2).
Sebagian orang dapat menyimpan paling sedikit 5 butir, yang lainnya dapat menyimpan
9. Jumlah tertinggi merupakan rentang ingatan subjek (subject’s memory span)
Dengan adanya kapasitas yang begitu
pasti kita cenderung memandang ingatan jangka pendek sebagai sebuah kotak
mental yang mempunyai tujuh slot (bilik). Setiap butir yang memasuki ingatan
jangka pendek masuk ke dalam masing-masing slot. Selama jumlah butir tidak
melebihi jumlah slot kita akan dapat mengingat butir-butir dengan sempurna.
Ketika semua slot sudah terisi dan sebuah butir baru akan masuk, salah satu
butir lama harus pergi. Butir yang baru menggantikan butir yang lama.
Pengingatan Kembali (retrieval)
Pengingatan kembali disusun dalam tiga
tahapan
Subjek memasukkan stimulus probe ke
dalam suatu bentuk yang dapat dibandingkan dengan butir-burit yang sudah
tersimpan dalam ingatan jangka pendek
Subjek membandingkan kede yang
berurutan dengan setiap butir yang ada dalam ingatan pendek
Subjek mulai dengan memberikan sebuah
respon yang berakibat pada ditekannya tombol “ya” atau “tidak”
Ingatan Jangka Panjang
Ingatan jangka panjang meliputi
informasi yang telah disimpan dalam ingatan dengan rentang waktu beberapa menit
atau sepanjang hidup.
Pemasukan pesan dalam ingatan (encoding)
Untuk materi verbal, kode ingatan
jangka panjang yang dominan tidak bersifat akustik atau visual, melainkan
tampaknya didasarkan pada pegertian akan butir-butir tersebut. Jika kita
menghafal suatu kata yang panjang dan mencobanya untuk mengingat kembali
beberapa menit kemudian, kita pasti akan membuat kekeliruan. Sebagian kata-kata
yang keliru itu mempunyai pengertian yang sama dengan kata-kata yang benar.
Misalnya jika kata “lekas” dalam daftar mungkin kita akan keliru ingat dengan
kata “cepat”.
Pengkodean melalui pengertian,
tampaknya menghasilkan ingatan yang terbaik. Dan semakin mendalam atau lengkap
seorang menyerap pengertian, semakin baik ingatan yang terjadi. Maka, kalau
kita harus mengingat satu hal dalam sebuah buku teks kita akan mengingatnya
lebih baik, jika kita memusatkan pikiran pada pengertiannya dan bukan pada
kata-kata yang tercantum dan semakin mendalam dan menyeluruh kita menghayati
maknanya semakin baik kita mengingatnya.
Penyimpanan dan pengingatan kembali (storage
and retrieval)
Banyak kasus mengenai proses lupa dari
ingatan jangka panjang ini tampaknya merupakan akibat dari tidak adanya cara
untuk mencapai informasi itu bukan karena tidak adanya informasi itu sendiri.
Maka, ingatan yang lemah dapat mencerminkan kegagalan pengingatan kembali dan
bukan merupakan kegagalan penyimpanan informasi. Oleh karena itu penting
diketahui faktor yang meningkatkan dan menurunkan pengingatan kembali.
Faktor yang meningkatkan pengingatan
kembali ialah mengorganisasi dalam penyimpanan dan memastikan bahwa konteks
informasi yang diingat kembali sama dengan konteks informasi di mana kita
memasukkan pesan dalam ingat.
Faktor yang menurunkan pengingat
kembali ialah interferensi
INTELEGENSI
Pengertian Intelegensi
Alfred Binet, dikenal sebagai pelopor
dalam menyusun tes inteligensi, mengemukakan pendapatannya bahwa inteligensi
mempunyai 3 aspek kemampuan yaitu:
Direction, kemampuan untuk memusatkan
pada suatu masalah yang harus dipecahkan
Adaptation, kemampuan untuk
mendapatkan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel dalam
menghadapi masalah
Criticism, kemampuan untuk mengadakan
kritik baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri
Pengertian inteligensi, menurut
Whitherington, mempunyai ciri-ciri hakiki berikut:
Cepat, makin cepat suatu pekerjaan
diselesaikan, makin cerdaslah orang yang menyelesaikan
Cekatan biasanya dihubungkan dengan
pekerjaan tangan, dengan mudah dan ringkas menjelaskan sesuatu
Tepat sesuai dengan tuntutan keadaan
Ciri-ciri Pelaku Inteligensi
Menurut Effendi dan Praja, ciri-ciri
tingkah laku yang inteligensi adalah sebagai berikut:
Purposeful behavior, artinya tingkah
laku yang inteligensi selalu terarah pada tujuan
Organized behavior, artinya tingkah
laku yang terkordinasi, tidak acak-acakan
Physical well taned behavior, artinya
memiliki sikap jasmaniah yang baik, penuh tenaga dan tangkas
Adaptable behavior, artinya tingkah
laku yang fleksibel, tidak statis dan kaku
Success oriented bahavior, artinya
tingkah laku yang didasari perasaan aman, tenang, penuh kepercayaan akan sukses
Clearly motivated behavior, artinya
tingkah laku yang dapat memenuhi kebutuhannya dan bermanfaat bagi orang lain
Rapid behavior, artinya tingkah laku
yang efisien, efektif, dan cepat
Broad behavior, artinya tingkah laku
yang mempunyai latar belakang dan pandangan luas serta jiwa yang terbuka
Distribusi Normal tingkat kecerdasan
IQ / tingkat kecerdasan
|
Deskripsi Verbal
|
Persentase Populasi dalam Setiap
Kelompok
|
0 – 19
20 – 49
50 – 69
70 – 79
80 – 89
90 – 109
110 – 119
120 – 129
130 – 139
140 – 179
180 ke atas
|
Idiot
Embicile
Moron
Inferior
Bodoh
Normal
Pandai
Superior
Sangat superior
Gifted
Genius
|
1
-
2
6
15
46
18
8
3
-
1
|
KEPRIBADIAN
Definisi Kepribadian
Kata kepribadian (personality) berasal
dari kata latin: persona. Kata persona menunjukan pada topeng yang biasa
digunakan oleh pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan
peranan-peranannya.
Alport mendefinisikan kepribadian
yaitu bahwa setiap individu bertingkah laku dalam caranya sendiri. Tidak ada
dua orang yang berkepribadian sama, sehingga tidak akan ada dua orang yang
bertingkah laku sama, karena setiap individu memiliki kepribadian sendiri.
Teori-teori Kepribadian
Teori kepribadian psikoanalisis
Dalam mencoba memahami sistem
kepribadian manusia, freud, membangun model kepribadian yang saling berhubungan
dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem
kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Ketiga sistem itu
yaitu:
Id, bekerja menggunakan prinsip
kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis
Ego, mematuhi prinsip realita, menunda
pemuasan sampai bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat
Superego (hati nurani) memiliki
standar moral pada individu
Selanjutnya, teori frud mengenai
dinamika kepribadian, menyatakan bahwa terdapat sejumlah energi psikis (libido)
yang konstan untuk setiap individu. Teori ini berpendapat bahwa dorongan id
yang tidak bisa diterima dapat menimbulkan kecemasan, yang bisa diturunkan oleh
mekanisme pertahanan. Kemudian, teori feud mengenai perkembangan kepribadian
menyatakan bahwa individu melewati tahap psikoseksual (seperti oral, onal,
falik) dan harus memecahkan konflik oedipal.
Teori-teori Sifat (Trait Theories)
Yang dimaksud dengan teori-teori sifat
pada dasarnya meliputi “psikologi individu” Gordon Williard Allport “Psikologi
Konstitusi William Sheldon” “teori faktor” Roymond (attell). Teori-teori ini
dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories).
Bagi Allport, sifat adalah sesuatu
yang sesungguhnya eksis namun tidak terlihat. Itu terletak dalam bagian
tertentu dalam sifat saraf. Meskipun tidak terlihat, kita bisa merasakan
kehadirannya dengan mengamati konsistensi dari perilaku seseorang.
Allport membedakan antara sifat umum
(general trait) dan kecenderungan pribadi (personal disposition) sifat umum
adalah dimensi sifat yang dapat membandingkan individu satu sama lainnya,
kecenderungan pribadi dimaksudkan sebagai pola atau konfigurasi unik
sifat-sifat yang ada dalam diri individu.
Teori kepribadian Behaviorisme
Menurut skinner, individu adalah
organisme yang memperoleh pembendaharaan tingkah lakunya melalui belajar.
Kemudian, skinner menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengontrol
perilaku. Kemudian banyak diantaranya dipelajari oleh social learning
theoritist, yaitu:
Pengekangan fisik (physical
restraints)
Bantuan fisik (physical aids)
Mengubah kondisi stimulus (changing
the stimulus conditions)
Memanipulasi kondisi emosional
(manipulating emotional conditions)
Melakukan respons-respons lain
(perforning alternative responses)
Menguatkan diri secara positif
(positive self reinforcement)
Menghukum diri sendiri (self
punishment)
Teori Psikologi Kognitif
Pandangan tori kognitif menyatakan
bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran
yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran. Dalam teori ini,
unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam
kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor di
luar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan
kesadaran manusia.
Tipe-tipe Kepribadian
Pada dasarnya, setiap orang memiliki
kepribadian yang berbeda satu sama lain. Kita mengenal Hippocrates dan Galenus
yang mengemukakan bahwa manusia bisa dibagi menjadi 4 golongan menurut keadaan
zat cair yang ada dalam tubuhnya. Yaitu:
Melancholicus (melankolisi), yaitu
orang-orang yang banyak empedu hitamnya, sehingga orang-orang dengan tipe ini
selalu bersikap murung, pesimistis dan selalu menaruh rasa curiga
Sanguinicus (sanguinisi) yakni
orang-orang yang banyak darahnya, sehingga orang-orang tipe ini selalu menunjukkan
waja yang berseri-seri, periang, dan bersikap optimistis
Flegmaticus (flegmatisi), yaitu
orang-orang yang banyak lendirnya. Orang tipe ini sifatnya lamban dan pemalas,
wajahnya selalu pucat, pesimis, pembawaannya selalu tenang, pendiriannya tidak
mudah berubah.
Cholericus (kolerisi), yakni yang
banyak empedu kuningnya. Orang tipe ini bertubuh besar dan kuat, namun penarik
darah dan sukar mengenalikan diri, sifatnya garang dan agresif.
Menurut Jung, tipe manusia bisa dibagi
menjadi dua golongan besar yaitu:
Tipe extrovert, yaitu orang-orang yang
perhatiannya lebih diarahkan keluar dirinya, kepada orang-orang lain dan kepada
masyarakat
Tipe introvert, orang-orang yang
perhatiannya lebih mengarah pada dirinya pada “aku” nya
PERSEPSI
Pengertian Persepsi
Secara etimologis, persepsi atau dalam
bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perceptio,
dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil. Kata persepsi
biasanya dikaitkan dengan kata lain, menjadi persepsi diri, persepsi sosial dan
persepsi interpersonal.
Persepsi dalam arti sempit ialah
penglihatan, bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas
adalah pandangan atau pengertian, yaigu bagaimana seseorang memandang atau
mengartikan sesuatu. Menurut Devita, persepsi ialah proses ketika kita
menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra kita. Gulo
mendefinisikan persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala
sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Yusuf
menyebut persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan. Pareek memberikan
definisi yang lebih luas ihwal persepsi ini sebagai proses menerima,
menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan memberikan reaksi
kepada rangsangan pancaindra atau data.
Proses Persepsi
Dari segi psikologi dikatakan bahwa
tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena
itu untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari merubah
persepsinya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama berikut:
Seleksi adalah proses penyaringan oleh
indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau
sedikit
Interpretasi, yaitu proses
mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang
Interpretasi dan persepsi kemudian
diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sbeagai reaksi
Jadi, proses persepsi ialah melakukan
seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi yang sampai. Dalam
definisi pesepsi dikemukakan Pareek di atas, mencakup beberapa segi atau proses
yaitu:
Proses menerima rangsangan
Proses pertama dalam persepsi ialah
menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima
melalui panca indra.
Proses menyeleksi rangsangan
Setelah diterima, rangsangan / data
diseleksi. Dua kumpulan faktor menentukan seleksi rangsangan itu yaitu faktor
intern dan eksternal.
Faktor-faktor intern yang mempengaruhi
seleksi persepsi
Kebutuhan psikologis
Latar belakang
Pengalaman
Sikap dan kepercayaan umum
Penerimaan diri
Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi
seleksi persepsi
Intensitas
Ukuran
Kontras
Gerakan
Ulangan
Keakraban
Sesuatu yang baru
Sementara itu, Devito menyebutkan enam
proses yang mempengaruhi persepsi yaitu teori kepribadian implisit, ramalan
yang dipenuhi sendiri, aksentuasi perseptual, primasi – resensi, konsistensi
dan stereotip
Proses pengorganisasian
Rangsangan yang diterima selanjutnya
diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada tiga dimensi utama dalam
pengorganisasian rangsangan, yakni:
Pengelompokan
Beberapa faktor digunakan untuk mengelompokkan
rangsangan antara lain:
Kesamaan, rangsangan-rangsangan yang
mirip dijadikan satu kelompok
Kedekatan, hal-hal yang dekat antara
satu dengan yang lain juga dikelompokkan menjadi satu
Ada suatu kecenderungan untuk
melengkapi hal-hal yang dianggap belum lengkap
Bentuk timbul dan latar
Dalam melihat rangsangan atau gejala,
ada kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada gejala-gejala tertentu yang
timbul menonjol, sedangkan rangkaian / gejala lainnya berada di latar belakang.
Kematangan persepsi
Ada suatu kecenderungan untuk
menstabilkan persepsi dan perubahan-perubahan konteks tidak mempengaruhinya.
Proses penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima
dan diatur, si penerima lalu menafsirkan data itu dengan berbagai cara.
Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah data itu ditafsirkan.
Proses pengecekan
Setelah data diterima dan ditafsirkan,
si penerima mengambil beberapa tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya
benar atau salah. Data itu dapat dicek dengan menanyakan kepada orang-orang
lain mengenai persepsi mereka.
Proses reaksi
Tahap terakhir dari proses perseptual
ialah bertindak sehubungan dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya
dilakukan jika seseorang berbuat suatu sehubungan dengan persepsinya.
Perkembangan Perseptual
Peneliti mengenai perkembangan
persepsi mempelajari sampai tingkat mana kapasitas pesepsi si diturunkan dan
sampai tingkat mana dipelajari oleh pengelaman. Menurut Atkinson untuk
menentukan kapasitas turunan, para penelitia mempelajari kapasitas diskriminasi
bayi dengan menggunakan metode melihat preferensial dan visual-evoked
potential. Ketajaman penglihatan, yang penting untuk pengenalan, meningkat
secara cepat selama 6 bulan pertama kehidupan dan kemudian meningkat lebih
lambat sampai mencapai tingkat dewasa antara usia 1-5 tahun. Persepsi kedalaman
mulai tampak pada sekitar usia 3 bulan, tetapi tidak sepenuhnya terbentuk
sampai sekitar usia 6 bulan. Kokonstanan mulai berkembang pada usia 6 bulan,
tetapi tidak sepenuhnya berkembang selama bertahun-tahun.
Fungsi dan Sifat-sifat Dunia Persepsi
Fungsi Persepsi
Penelitian tentang persepsi mencakup
dua fungsi utama sistem persepsi yaitu lokalisasi atau menentukan letak suatu
objek, dan pengenalan menentukan jenis objek tersebut. Menurut atkinson dkk,
untuk melokalisasi objek, kita terlebih dahulu harus menyegregasikan objek
kemudian mengorganisasikan objek menjadi kelompok.
Sifat-sifat Dunia Persepsi
Sifat-sifat umum dunia persepsi
Dunai persepsi mempunyai sifat ruang
Dunai persepsi mempunyai dimensi waktu
Dunai persepsi itu berstruktur menurut
berbagai objek prsepsi
Dunai persepsi adalah suatu dunia yang
penuh dengan arti
Sifat-sifat yang khusus bagi
masing-msing indra tersendiri.
Di antara sifat-sifat terdapat
berbagai kelompok yang khusus bagi indra-indra, merah dan kuning termasuk
kelompok yang berlainan dengan asam dan asin, suatu keseluruhan sifat sensoris
yang khas bagi suatu indra tertentu kita sebut modalitas. Warna adalah suatu
modalitas yang khusus bagi mata, bunyi bagi telinga.
Persepsi dan Sensasi
Sensasi pada dasarnya merupakan tahap
awal dalam penerimaan informasi. Sensasi, atau dalam bahasa Inggrisnya sensation,
berasal dari kata latin, sensatus, yang artinya dianugerahi dengan indra
atau intelek. Secara lebih luas, sensasi dapat diartikan sebagai aspek
kesadaran yang paling sederhana yang dihasilkan oleh indra kita, seperti
temperatur tinggi, warna hijau, rasa nikmatnya sebatang coklat. Benyamin B
Wolman menyebut sensasi sebagai pengalaman elementer yang segera, yang tidak
memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali
berhubungan dengan kegiatan alat indra.
Jadi proses sensasi dan persepsi itu
berbeda. Dalam ungkapan lain disebutkan, sensasi ialah penerimaan stimulus
lewat alat indra, sedangkan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada
di dalam otak, meskipun alat untuk menerima stimulus itu serupa pada setiap
individu, interpretasinya berbeda.
Persepsi dan Kognisi
Persepsi, kognisi, penalaran dan
perasaan sesungguhnya berlangsung secara simultan, dan kebanyakan dari apa yang
disebut pemikiran, impian, bayangan, berkhayal, belajar dan semacamnya
merupakan kombinasi unsur-unsur persepsi, kognisi, penalaran dan perasan
tersebut.
Secara singkat, persepsi (perception)
dapat didefinisikan sebagai cara manusia menangkap rangsangan. Kognisi (cognition)
adalah cara manusia memberi arti pada rangsangan. Penalaran (reason)
adalah proses sewaktu rangsangan dihubungkan dengan rangsangan pada tingkat
pembentukan kegiatna psikolotis. Perasaan (feeling) adalah konotasi emosional
yang dihasilkan oleh rangsangan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan
rangsangan lain pada tingkat kognisi atau konseptual.
Dunia Persepsi Sebagai Dunia Bentuk
Robert Fontz adalah pelopor dalam
bidang ini dengan satu peneuan yang ia beri nama “alat preferensi visual”. Ia
memberi alasan bahwa kita pada bayi diperlihatkan dua pola secara bersamaan dan
si bayi lebih menyukai pola yang satu dibandingkan dengan yang lain, ia
seharusnya dapat membedakan pola tersebut. Ia merancang sebuah dipan untuk bayi,
yang disebut “bilik pandangan”. Di atas dipan itu bisa diperlihatkan dua pola
kartu berbeda, ia menghitung berapa lama tiap bayi memandang tiap-tiap pola.
Dalam persepsi, kita menangkap
objek-objek. Obejk-objek ini kurang lebih berdiri sendiri mengandung struktur
di dalamnya dan mempunyai batas-batas di luarnya. Dengan kata lain, objek-objek
itu mempunyai bentuk. Bentuk inilah yang terutama memungkinkan kita untuk
mengenal dan mengingat kembali objek-objek tersebut yang memungkinkan kita
mengorientasikan diri dan sebagainya.
DIRI, KONSEP DIRI DAN PENYESUAIAN DIRI
Diri (Self)
William James, menanamkan diri cermin
itu sebagai “diri publik” (public self atau me) yang dibedakannya dari
“diri pribadi atau “aku” (private self atau I). Jadi, menurut James ada
dua jenis diri yaitu “diri” dan “aku”. Diri adalah aku sebagaimana
dipersepsikan oleh orang lain atau diri sebagai objek (objective self),
sedangkan aku adalah inti dari diri aktif, mengamati, berfikir dan berkehendak
(subjective self).
Akan tetapi, teori James yang
menggunakan dua diri ini, menurut Sarwono, sulit dikembangkan lebih lanjut
karena baik dalam praktek maupun dalam penelitian-penelitian, sulit dibedakan
antara dua diri itu. Oleh karena itu dalam pandangan Sarwono, teori-teori yang
timbul kemudian menggunakan salah satu dari konsep itu saja, yaitu self (diri)
atau ego (aku) atau menggabungkan kedua konsep itu dalam satu konsep yang lebih
menyeluruh yaitu kepribadian.
Dalam pandangan para ahli psikologi,
ego selain lebih luas dari self, juga lebih bersifat hakikat, lebih inti dari
pada pribadi manusia, sedangkan self adalah lebih sebagai perwujudan fungsional
daripada ego.
Konsep Diri (Self Concept)
Diri sebagai bangunan konsep
Dalam kaitan ini, kita dapat melihat
sekurangnya lima aspek dari diri, yakni:
Fisik diri, tubuh dan semua aktivitas
biologis berlangsung di dalamnya. Walaupun banyak orang mengidentifikasikan
diri mereka lebih pada akal pikiran daripada tentang tubuh mereka sendiri.
Didi-sebagai-proses. Suatu aliran akal
pikiran emosi dan perilaku kita yang konstan. Apabila kita mendapat suatu
masalah, memberikan respons secara emosional, membuat suatu rencana untuk
memecahkannya dan kemudian melakukan tindakan, semua peristiwa tersebut adalah
bagian dari diri-sebagai-proses.
Diri-sosial, terdiri atas akal pikiran
dan perilaku yang kita ambil sebagai respons secara umum terhadap orang lain
dan masyarakat. Dalam masyarakat kita memainkan peran tertentu dan kita
mengidentifikasi diri dengan peran tersebut secara kuat.
Konsep-diri adalah apa yang terlintas
dalam pikiran saat anda berpikir tentnag “saya”, masing-masing kita melukis
sebuah gambaran mental tentang diri sendiri, dan meskipun gambaran ini mungkin
sangat tidak realistis, hal tersebut tetap milik kita dan berpengaruh besar
pada pemikiran dan perilaku kita.
Cita-diri, apa yang anda inginkan.
Cita diri merupakan faktor yang paling penting dari perilaku anda. Lebih jauh
lagi, cita-diri anda akan menentukan konsep-diri anda, dengan mengukur prestasi
anda yang sebenarnya dibandingkan dengan cita-diri yang membentuk konsep-diri
anda.
Hakikat konsep diri
Menurut Jalaluddin Rakhmat, walupun
konsep diri merupakan tema utama psikologi humanistik yang muncul belakangan
ini. Pembicaraan tentang konsep diri dapat dilacak sampai William James. James membedakan
antara “The I” diri yang sadar dan aktif, menurut James ada dua jenis diri
yaitu “diri” dan “aku”. Diri adalah aku sebagaimana yang dipersepsikan oleh
orang lain atau diri sebagai objek (objective self), sedangkan aku
adalah inti dari diri aktif, mengamati, berpikir dan berkehendak (subjective
self).
Lalu, apakah konsep diri itu? Siapakah
saya? Apakah saya? Jawaban dari pertanyaan tersebut akan mengandung konsep diri
yang terdiri atas:
Citra-diri (self-image). Bagian
ini merupakan deskripsi sederhana, misalnya saya seorang pelajar, saya seorang
kakak dan sebagainya
Penghargaan-diri (self esteem).
Bagian ini meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan, mengenai kepantasan-diri
(self worth), misal saya peramah, saya pintar dan sebagainya.
Jadi konsep diri adalah semua persepsi
kita terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial dan aspek
psikologis, yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi kita dengan orang
lain.
Bagaimana kosep diri terbentuk?
Konsep diri pada dasarnya tersusun
atas berbagai tahapan yang paling dasar adalah konsep diri primer, yaitu konsep
yang terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu
lingkungan rumahnya sendiri. Konsep diri yang baru dan berbeda dari apa yang
sudah terbentuk dalam lingkungan rumahnya. Ini menghasilkan konsep diri
sekunder.
Konsep diri terbentuk karena adanya
interaksi individu dengan orang-orang di sekitarnya. Apa yang dipersepsi
individu lain mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran dan
status sosial yang disandang seorang individu. Struktur peran dan status sosial
merupakan gejala yang dihasilkan dari adanya interaksi antara individu satu dan
individu lain, individu dan kelompok atau antara kelompok dan kelompok.
Proses perkembangan konsep diri
Pada dasarnya, pengembangan konsep
diri merupakan proses yang relatif pasif. Pada pokoknya anda berperilaku dengan
cara tertentu dan mengamati reaksi orang lain terhadap perilaku Anda. Hal ini
tidak perlu berupa proses pemikiran, bahkan sering kali terjadi melalui
berbagai kesempatan yang tersedia. Mead dan Cooley yakin bahwa konsep diri
merupakan sesuatu cerminan cara yang disajikan orang lain sebagai tanggapan
kepada kita. Kesan pribadi seseorang merupakan cerminan cara yang dipikirkan
orang tersebut mengenai reaksi orang lain kepadanya selama masa kecilnya.
Ada 2 hal yang mendasari perkembangan
konsep diri kita yaitu:
Pengalaman kita secara situasional
Segenap pengalaman yang datang pada
diri kita tidak seluruhnya mempunyai pengaruh kuat pada diri kita. Jika
pengalaman-pengalaman itu merupakan sesuatu yang sesuai dan konsisten dengan
nilai-nilai dan konsep diri kita, secara rasional dapat kita terima.
Sebaliknya, jika pengalaman tersebut tidak konsisten dengan nilai-nilai dan
konsep diri kita, secara rasional tidak dapat kita terima.
Interaksi kita dengan orang lain
Pandangan kita terhadap diri sediri
adalah dasar dari konsep diri kita dan untuk memperoleh pengertian mengenai
diri kita tersebut dapat dilakukan melalui interaksi dengan orang lain yang
tentunya disertai persepsi dan kesadaran kita tentang cara orang lain tersebut
melihat kita dan reaksi mereka terhadap kita.
Faktor yang mempengaruhi konsep diri
Menurut William Brooks ada empat
faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu:
Self Apprasial – Viewing self asan
objct
Istilah ini menunjukkan suatu
pandangan, yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi, atau
dengan kata lain adalah kesan kita terhadap diri kita sendiri
Reaction and Response of others
Konsep diri dipengaruhi oleh reaksi
serta respons orang lain terhadap diri kita, misalnya saja dalam berbagai
perbincangan masalah sosial
Roles you play – role taking
Dalam hubungan pengaruh peran terhadap
konsep diri, adanya aspek peran yang kita mainkan sedikit banyak akan
mempengaruhi konsep diri kita.
Reference groups
Yang dimaksud adalah kelompok yang
kita menjadi anggota di dalamnya. Jika kelompok ini kita anggap penting, dalam
arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita, hal ini akan menjadi kekuatan
untuk menentukan konsep diri kita.
Penyesuaian Diri
Apakah penyesuaian diri itu?
Hidup manusia sejak lahir sampai mati
tidak lain adalah penyesuaian diri dan kelainan-kelainan kepribadian tidak lain
adalah kelainan-kelainan penyesuaian diri. Karena itu tidaklah heran bila
dikemukakan istilah maladjustment, artinya tidak ada penyesuaian.
Menurut Musthofa Fahmi, penyesuaian adalah suatu proses dinamika terus menerus
yang bertujuan untuk mengubah kelakuan guna mendapatkan hubungan yang lebih
serasi antara diri dan lingkungan.
Bentuk-bentuk penyesuaian diri
Yang adaptive
Sering disebut dengan istilah
adaptasi. Bentuk ini lebih bersifat badani. Artinya perubahan-perubahan dalam
proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan.
Yang adjustive
Bentuk ini bersangkutan dengan kehidupan
psikis kita, karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang
adjustive ini, dengan sendirinya penyesuaian ini berhubungan dengan tingkah
laku.
Reaksi-reaksi penyesuaian diri
Rasionalisasi (rationalization)
Ini terjadi bila seorang individu
berupaya memberi penjelasan yang menyenangkan (rasional) penjelasan untuk
perilaku yang khusus dan sering tidak diinginkan.
Kompensasi (compensation)
Kita merujuk pada konsep konpensasi
ketika membicarakan suatu situasi saat orang-orang dengan perasaan
ketidakcukupan berusaha sendiri dengan upaya tambahguna mengatasi
perasaan-perasaan tidak aman.
Negativisme (negativism)
Adalah suatu reaksi yang dinyatakan
sebagai perlawanan bawah sadar pada orang-orang / objek-objek lain
Kepasrahan (resignation)
Kepasrahan adalah istilah psikologi
yang umumnya merujuk pada suatu tipe kekecewaan mendalam yang sangat kuat, yang
adakalanya dialami oleh individu-individu.
Pelarian (flight)
Reaksi ini boleh jadi dikacaukan
dengan kepasrahan. Namun, pelarian mencakup sesuatu yang lebih jauh, yakni
melarikan diri dari situasi khusus yang menyebabkan kekecewaan atau
kegelisahan.
Represi (represion)
Jika tanpa diketahui seseorang
mengeluarkan pengalaman atau perasaan tertentu dari kesadarannya
Kebodohan-semu (pseudostupidity)
Pemikiran obsesif (obsessive
thinking)
Merujuk pada perilaku seseorang yang
memperbesar semua ukuran realistik dari masalah / situasi yang dialami
Pengalihan (displacement)
Proses psikologis dari
perasaan-perasaan terpendam yang kemudian dialihkan ke arah objek-objek lain
daripada ke arah sumber pokok kekecewaan
Perubahan (conversion)
silahkan mengunduh semoga bermanfaat
BalasHapus