Halaman

selamat datang

Selamat datang di dunia Psikologi

Minggu, 24 Februari 2013

Analisa Artikel II “Masalah Pendidikan Di Indonesia”



Analisa Artikel II “Masalah Pendidikan Di Indonesia”
Saya sependapat dengan permasalahan-permasalahan pendidikan yang di usung  dalam artikel tersebut, menginformasikan sekaligus menyadarkan kita sebagai masyarakat Indonesia tentang permasalahan-permasalahan dalam dunia pendidikan yang selama ini belum di wujudkan oleh pemerintah pada khususnya dalam memajukan mutu dan kualitas dunia pendidikan di indonesia. Seperti yang di paparkan dalam artikel tersebut, lebih kompleksnya lagi bahwa masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya yaitu mengenai :
1.      Rendahnya Mutu pendidikan yang berkaitan dengan kualitas/kompetensi para pengajar atau guru.
2.      Sulitnya Penyediaan guru berkompetensi di daerah-daerah pedesaan
3.      Sistem pelaksanaan proses pendidikan yang kurang optimal
4.      Minimnya fasilitas yang tersedia
5.      Rendahnya kualitas siswa
6.      Mahalnya biaya pendidikan
Namun dari permasalahan-permasalahan tersebut, dalam artikel ini menjelaskan mengenai inti dari permasalahannya ialah terletak pada proses pelaksanaan sistem pendidikan yang kurang optimal yang menyangkut terbatasnya fasilitas untuk pembelajaran baik bagi pengajar dan pelajar terkait dengan terbatasnya dana pendidikan yang di sediakan pemerintah. Selain itu kegiatan-kegiatan yang di lakukan depdiknas dalam upaya meningkatkan kompetensi guru juga tidak membuahkan hasil. Hal ini semakin memperjelas bahwa kesadaran tentang  komitmen pemerintah untuk memajukan mutu pendidikan di indonesia kalau kenyataannya seperti yang tertera di artikel tersebut masih sebatas slogan saja.
Masyarakat pada umumnya juga sering kali mengabaikan pentingnya pendidikan sampai pada jenjang yang tinggi dengan alasan biaya pendidikan yang mahal, tentunya dengan adanya biaya pendidikan yang mahal menyulitkan sebagian besar masyarakat Indonesia yang kurang mampu untuk menyekolahkan anak-anak mereka sampai pada jenjang perkuliahan atau lebih parahnya lagi bisa juga berakibat banyaknya anak-anak yang terancam putus sekolah seperti yang di ungkapkan dalam artikel tersebut. Padahal mereka itulah sebagai penerus dan harapan bangsa untuk meningkatkan sumber daya manusia, sebagai pelaku pembangunan nasional di Indonesia agar semakin maju dan berkualitas. kalau hal itu tidak segera di benahi, bagaimana mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia bisa maju dan meningkat sejajar dengan negara-negara maju lainnya? otomatis mutu pendidikan di Indonesia akan semakin sulit untuk di tingkatkan jika perkembangannya tetap begitu upaya yang serius untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dunia pendidikan hingga kini.
 Oleh sebab itu Pertama yang harus di benahi adalah mengenai sistem pendidikan di indonesia yang kurang optimal mencakup masalah anggaran dana yang disediakan pemerintah dan kedua masalah kulitas guru serta mahalnya biaya pendidikan.
Berbicara masalah kualitas guru, memang kualitas guru di indonesia masihlah rendah dan belum memenuhi standart nasional yang menyebabkan kualitas murid juga kurang bagus. Terbukti dalam buku yang berjudul Pendidikan Berbasis Realitas Sosial hal.104 karya Firdaus M.Yunus mengenai “kondisi pendidikan di Indonesia menduduki peringkat terendah di antara negara-negara lain di Asia. Hal ini di ketahui dari hasil survei yang dilakukan oleh political and Economic Risk Consultancy (PERC). Menurut survei tersebut sistem pendidikan Indonesia terburuk dikawasan Asia karena 13 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan  dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang, dan Taiwan, India, Cina, serat Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke 12, setingkat dibawah Vietnam (Fadjar, Kompas,5 September 2001).” [1]
Tentunya banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia salah satunya hal itu disebabkan kesadaran masyarakat dan pemerintah yang seolah-olah mengabaikan akan pentingnya pendidikan serta peran guru dalam membentuk generasi mendatang. Selanjutnya kesejahteraan guru atau pengajar di indonesia juga masih sangat rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup, masih banyak dari mereka terpaksa mencari usaha sambilan. Dengan aktif mencari usaha sambilan di luar, otomatis akan mengganggu konsentrasi mereka dalam melaksanakan tugas, yang menyebabkan guru kehilangan gairah dalam mengajar. Semestinya, kalau mau menigkatkan kualitas pendidikan, juga diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru.
Akan tetapi menurut saya, sebenarnya komitmen pemerintah cukup kuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah berupaya namun belum dapat mengangkat totalitas kinerja dan peningkatan mutu pendidikan secara optimal, salah satu upaya pemerintah saat ini pertama mulai ada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru demi meningkatkan mutu pendidikan, mengingat sejak berlakunya Undang-Undang No.14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen, tidak heran jika pemerintah baik pusat maupun daerah sudah saatnya perlu memberi penghargaan, perhatian khusus dan meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberikan tujangan khusus kepada guru yang bertugas di daerah baik guru yang sudah di angkat PNS maupun guru swasta denagn pemberian subsidi tunjangan fungsional yang bersumber dari dana APBN dan dan insentif (dana perangsang guru) dari APBD. Menurut H.A.R Tilaar dalam buku (Standarisasi pendidikan Nasional, 2006: hal.167) mengemukakan “Salah satu upaya dari UU No.14 tahun 2005 tersebut ialah meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas hidup ekonomi para guru.”
Seperti yang kita ketahui bahwa selama ini penghargaan ekonomi yang di berikan kepada guru relatif kurang padahal profesi guru sangatlah mulia, mencerdaskan anak didik guna peningkatan mutu sumber daya manusia. Kemudian masih menurut H.A.R Tilaar bahwa “Undang-Undang No.14 tahun 2005 telah menggariskan upaya-upaya untuk meningkatkan profesi guru sehingga dapat direkrut putera-putera terbaik bangsa untuk menempati profesi yang sangat dihormati itu yaitu untuk mencerdaskan kehidupan rakyat. Guru adalah prajurit terdepan didalam membuka cakrawala peserta didik memasuki dunia ilmu pengetahuan dalam era global dewasa ini. Tidak mengherankan apabila salah satu kualifikasi akademik guru profesional menurut UU No.14 Tahun 2005 mempunyai sekurang-kurangnya ber ijazah S-1.” [2]
Dengan adanya perhatian pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan guru , di yakini para guru tersebut juga akan menjalankan tugasnya dengan profesional karena pendapatan atau gaji guru di tambah dengan bantuan intensif dan tunjangan fungsional lainnya saat ini lebih baik jika di bandingkan pendapatan mereka (guru) beberapa tahun yang lalu. Kedua kemampuan mengukur kinerja para pendidik dan terdidik dengan adanya standarisasi nasional yang di berlakuakn oleh pemerintah, alasan dan tujuan perlunya standarisasi nasional ini di jelaskan H.A.R Tilaar dalam buku (Standarisasi pendidikan Nasional, 2006: hal.76-77) bahwa “ pertanyaan mengenai perlunya standarisasi nasional , jaabnya “Ya” dalam arti :
1.      Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan politik
2.      Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan globalisasi.
3.      Standarisasi pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan dari kemajuan (progess) [3]
Selanjutnya masalah dana pendidikan dalam artikel tersebut menyatakan “selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yang berkulitas mesti bermodal atau berbiaya besar. tapi oleh pemerintah itu tidak ditanggapi,kita lihat saja anggaran pendidikan dalam APBN itu. Padahal semua tahu bahwa pendidikan akan membaik jika pengajarnya berkompetensi baik dan cukup dana untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran.” Saya sependapat dengan pernyataan itu mengenai pendidikan yang berbiaya besar, tapi berbiaya besar maksudnya dalam artian pemerintah harus benar-benar mengalokasi dana pendidikan minimal 20% dari total APBN guna meningkatkan mutu dan maupun fasilitas belajar mengajar yang belum memadai. Karena salah satu faktor yang menjadi penentu utama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan nasional kita, tidak lain adalah faktor alokasi anggaran di bidang pendidikan. Sesuai ketentuan mengenai anggaran pendidikan telah di amanatkan secara langsung oleh UUD negara RI tahun 1945 dalam pasal 31 ayat (4) yang berbunyi “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
“Bahkan terhadap pengalokasian anggaran tersebut telah ditegaskan kembali pada pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang berbunyi “Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daearah (APBD)”.dengan demikian ketentuan tersebut berarti telah menggariskan bahwa anggaran 20% harus benar-banar murni di luar gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan lainnya. Namun demikian, berdasarkan realitas yang terjadi di lapangan tidak sejalan dengan apa yang telah di amanatkan  oleh UUD 1945 dan UU Sisdiknas. Angggaran sebesar itu tidaklah cukup untuk menunjang pendidikan di masa kini, yang mana masih banyak problema-problema pendidikan yang di hadapi, sarana dan prasarana yang kurang memadai serta fasilitas-fasilitas yang kurang terpenuhi.” [4]
Disitulah letak kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan. Kita lihat saja biaya pendidikan di indonesia masihlah mahal sementara mutu pendidikan juga belum cukup meningkat, lantas bagaimana dengan nasib masyarakat miskin atau kurang mampu yang ingin memperoleh pendidikan? pastilah menyulitkan mereka. padahal, undang-undang dasar negara kita menggariskan bahwa semua warga negara berhak memperoleh pendidikan yang layak. contoh lainnya setiap menjelang tahun ajaran baru, dapat kita saksikan penerimaan siswa baru dari tingkat TK hingga SMU,dan bahkan perguruan tinggi, orang tua dan atau bersama anaknya akan berebut/bersiang untuk bisa di terima di sekolah favorit dengan biaya yang cukup besar. Pada saat seperti itu, melihat kenyataan bahwa ketika anak yang berasal dari keluarga kaya antri di sekolah-sekolah elite,anak dari keluarga miskin menghadapi banyak kesulitan. Berbekal nilai yang rendah dan dana yang sangat terbatas, merekapun tidak mempunyai pilihan , bahkan sekalipun nilai memadai untuk melanjutkan ke sekolah bermutu, mereka tidak akan pernah bisa masuk dengan persyaratan yang rumit serta dana yang mahal kecuali  jika mereka memperoleh beasiswa itupun biasanya juga hanya berlaku untuk sebagian anak yang beruntung dan memiliki prestasi tinggi.
Di tinjau dari upaya pemerintah dalam mengatasi hal tersebut, Memang benar ada upaya pemerintah yang kini mulai di wujudkan dengan adanya program pemerintah berupa bantuan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sangat membantu meringankan beban bagi mereka yang kurang mampu untuk bersekolah sesuai dengan aturan wajib belajar 9 tahun yaitu mulai dari tingkat SD-SMP. Serta membantu kelancaran proses belajar mengajar dan perbaikan fasilitas-fasilitas sekolah. Namun di perguruan tinggi, hendaknya pemerintah  mengevaluasi kembali kebijakan PTN yang mematok biaya tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi mandiri khususnya . kebijakan tersebut di nilai tidak adil karena todak membuka kesempatan  bagi orang miskin untuk mendapatkan hak pendidikan di bangku kuliah.
Kemudian peran orang tua asuh dalam rangka wajib belajar 9 tahun, di harapkan semua orang yang mampu bersedia menjadi orangtua asuh karena syarat utamanya ialah kemanusiaan, keikhlasan, dan rasa kasih sayang kepada anak yang kurang mampu. Progam orang tua asuh bagi anak yang kurang mampu usia 7-12 tahun ini bertujuan untuk mensukseskan wajib beljar, suatu upaya bersama dengan dilandasi kemanusiaan,keikhlasan dan kasih sayang untuk anak-anak yang kurang mampu agar dapat belajar dengan baik. Mengenai tata cara penyerahan bantuan dan hak orangtua asuh, sebagaimana dijelaskan dalam buku berjudul Kebijakan-Kebijakan Pendidikan,1995 ; hal.124 karya Drs. Ary H. Gunawan yaitu “orang tua asuh menyerahkan bantuan yang telah disanggupinya kepada anak asuh melalui  Kepala Sekolah atau Lembaga Pendidikan Dasar atau melalui Kelompok Kerja Wajib Belajar atau melalui Lembaga sosial yang telah di tentukan. Hak yang  miliki [5]oleh orang tua asuh yaitu salah satunya untuk menentukan besarnya bantuan yang diberikan secara jangka waktu pemberian bantuan (satu tahun atau lebih). Serta berhak mengetahui proses pemberian bantuan dan penggunaannya oleh anak asuh. Pancanangan program Orangtua Asuh bagi anak kurang mampu dalam rangka Wajib belajar ini Telah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Prof. Dr. Nugroho Notosusanto di kompleks SD Pujokusuman Yogyakarta pada hari Senin tanggal 23 juli 1984.”












DAFTAR PUSTAKA

Yunuf, M. Firdaus. 2005. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Yogyakarta.Logung Pustaka.
Irawan,Ade dkk. 2004. Mendagangakan sekolah. Jakarta Selatan: Indonesia Corruption Watch.
Tilaar, H.A.R.2006.Standarisasi Pendidikan Nasional. Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta : RINEKA CIPTA.
Gunawan, H. Ary.2005 Kebijakan-Kebijakan Pendidikan. Jakarta : RINEKA CIPTA.
Petunjuk Pelaksanaan Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, TAMITA UTAMA, 2003.


. 



[1] Firdaus M. Yunus, “Pendidikan Berbasis Realitas sosial”(Jogjakarta : 2005) hlm.104
[2]  H.A.R Tilaar.Standarisasi Pendidikan Nasioanal (Jakarta: Rineka Cipta,2006) dan hlm.167
[3] H.A.R Tilaar. Standarisasi Pendidikan nasioanal (Jakarta : PT Rineka Cipta,2006)hlm.76-77
[4] Ade irawan dkk. Mendagangkan Sekolah (Jkarta Selatan: Indonesia Corruption Watch,2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar