Analisa
Artikel II “Masalah Pendidikan Di Indonesia”
Saya sependapat dengan permasalahan-permasalahan
pendidikan yang di usung dalam artikel
tersebut, menginformasikan sekaligus menyadarkan kita sebagai masyarakat Indonesia
tentang permasalahan-permasalahan dalam dunia pendidikan yang selama ini belum
di wujudkan oleh pemerintah pada khususnya dalam memajukan mutu dan kualitas
dunia pendidikan di indonesia. Seperti yang di paparkan dalam artikel tersebut,
lebih kompleksnya lagi bahwa masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya yaitu
mengenai :
1.
Rendahnya
Mutu pendidikan yang berkaitan dengan kualitas/kompetensi para pengajar atau
guru.
2.
Sulitnya
Penyediaan guru berkompetensi di daerah-daerah pedesaan
3.
Sistem
pelaksanaan proses pendidikan yang kurang optimal
4.
Minimnya
fasilitas yang tersedia
5.
Rendahnya
kualitas siswa
6.
Mahalnya
biaya pendidikan
Namun
dari permasalahan-permasalahan tersebut, dalam artikel ini menjelaskan mengenai
inti dari permasalahannya ialah terletak pada proses pelaksanaan sistem
pendidikan yang kurang optimal yang menyangkut terbatasnya fasilitas untuk
pembelajaran baik bagi pengajar dan pelajar terkait dengan terbatasnya dana
pendidikan yang di sediakan pemerintah. Selain itu kegiatan-kegiatan yang di
lakukan depdiknas dalam upaya meningkatkan kompetensi guru juga tidak
membuahkan hasil. Hal ini semakin memperjelas bahwa kesadaran tentang komitmen pemerintah untuk memajukan mutu
pendidikan di indonesia kalau kenyataannya seperti yang tertera di artikel
tersebut masih sebatas slogan saja.
Masyarakat pada umumnya juga sering kali mengabaikan
pentingnya pendidikan sampai pada jenjang yang tinggi dengan alasan biaya
pendidikan yang mahal, tentunya dengan adanya biaya pendidikan yang mahal
menyulitkan sebagian besar masyarakat Indonesia yang kurang mampu untuk
menyekolahkan anak-anak mereka sampai pada jenjang perkuliahan atau lebih
parahnya lagi bisa juga berakibat banyaknya anak-anak yang terancam putus
sekolah seperti yang di ungkapkan dalam artikel tersebut. Padahal mereka itulah
sebagai penerus dan harapan bangsa untuk meningkatkan sumber daya manusia, sebagai
pelaku pembangunan nasional di Indonesia agar semakin maju dan berkualitas. kalau
hal itu tidak segera di benahi, bagaimana mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia
bisa maju dan meningkat sejajar dengan negara-negara maju lainnya? otomatis
mutu pendidikan di Indonesia akan semakin sulit untuk di tingkatkan jika perkembangannya
tetap begitu upaya yang serius untuk mengatasi permasalahan-permasalahan dunia
pendidikan hingga kini.
Oleh sebab itu
Pertama yang harus di benahi adalah mengenai sistem pendidikan di indonesia
yang kurang optimal mencakup masalah anggaran dana yang disediakan pemerintah
dan kedua masalah kulitas guru serta mahalnya biaya pendidikan.
Berbicara masalah kualitas guru, memang kualitas guru di
indonesia masihlah rendah dan belum memenuhi standart nasional yang menyebabkan
kualitas murid juga kurang bagus. Terbukti dalam buku yang berjudul Pendidikan
Berbasis Realitas Sosial hal.104 karya Firdaus M.Yunus mengenai
“kondisi pendidikan di Indonesia menduduki peringkat terendah di antara
negara-negara lain di Asia. Hal ini di ketahui dari hasil survei yang dilakukan
oleh political and Economic Risk Consultancy (PERC). Menurut survei tersebut
sistem pendidikan Indonesia terburuk dikawasan Asia karena 13 negara yang
disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik,
disusul Singapura, Jepang, dan Taiwan, India, Cina, serat Malaysia. Indonesia
menduduki urutan ke 12, setingkat dibawah Vietnam (Fadjar, Kompas,5 September
2001).” [1]
Tentunya banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia salah satunya hal itu disebabkan kesadaran
masyarakat dan pemerintah yang seolah-olah mengabaikan akan pentingnya
pendidikan serta peran guru dalam membentuk generasi mendatang. Selanjutnya
kesejahteraan guru atau pengajar di indonesia juga masih sangat rendah, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan hidup, masih banyak dari mereka terpaksa mencari usaha
sambilan. Dengan aktif mencari usaha sambilan di luar, otomatis akan mengganggu
konsentrasi mereka dalam melaksanakan tugas, yang menyebabkan guru kehilangan
gairah dalam mengajar. Semestinya, kalau mau menigkatkan kualitas pendidikan, juga
diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru.
Akan tetapi menurut saya, sebenarnya komitmen pemerintah
cukup kuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah berupaya namun
belum dapat mengangkat totalitas kinerja dan peningkatan mutu pendidikan secara
optimal, salah satu upaya pemerintah saat ini pertama mulai ada upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan guru demi meningkatkan mutu pendidikan, mengingat
sejak berlakunya Undang-Undang No.14 Tahun 2005 mengenai Guru dan Dosen, tidak
heran jika pemerintah baik pusat maupun daerah sudah saatnya perlu memberi
penghargaan, perhatian khusus dan meningkatkan kesejahteraan guru dengan
memberikan tujangan khusus kepada guru yang bertugas di daerah baik guru yang
sudah di angkat PNS maupun guru swasta denagn pemberian subsidi tunjangan
fungsional yang bersumber dari dana APBN dan dan insentif (dana perangsang
guru) dari APBD. Menurut H.A.R Tilaar dalam buku (Standarisasi
pendidikan Nasional, 2006: hal.167) mengemukakan “Salah satu upaya dari
UU No.14 tahun 2005 tersebut ialah meningkatkan profesionalisme guru serta
meningkatkan kualitas hidup ekonomi para guru.”
Seperti yang kita ketahui bahwa selama ini penghargaan
ekonomi yang di berikan kepada guru relatif kurang padahal profesi guru
sangatlah mulia, mencerdaskan anak didik guna peningkatan mutu sumber daya
manusia. Kemudian masih menurut H.A.R Tilaar bahwa “Undang-Undang No.14
tahun 2005 telah menggariskan upaya-upaya untuk meningkatkan profesi guru
sehingga dapat direkrut putera-putera terbaik bangsa untuk menempati profesi
yang sangat dihormati itu yaitu untuk mencerdaskan kehidupan rakyat. Guru
adalah prajurit terdepan didalam membuka cakrawala peserta didik memasuki dunia
ilmu pengetahuan dalam era global dewasa ini. Tidak mengherankan apabila salah
satu kualifikasi akademik guru profesional menurut UU No.14 Tahun 2005
mempunyai sekurang-kurangnya ber ijazah S-1.” [2]
Dengan adanya perhatian pemerintah dalam peningkatan
kesejahteraan guru , di yakini para guru tersebut juga akan menjalankan
tugasnya dengan profesional karena pendapatan atau gaji guru di tambah dengan
bantuan intensif dan tunjangan fungsional lainnya saat ini lebih baik jika di
bandingkan pendapatan mereka (guru) beberapa tahun yang lalu. Kedua kemampuan
mengukur kinerja para pendidik dan terdidik dengan adanya standarisasi nasional
yang di berlakuakn oleh pemerintah, alasan dan tujuan perlunya standarisasi
nasional ini di jelaskan H.A.R Tilaar dalam buku (Standarisasi
pendidikan Nasional, 2006: hal.76-77) bahwa “ pertanyaan mengenai
perlunya standarisasi nasional , jaabnya “Ya” dalam arti :
1.
Standarisasi
pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan politik
2.
Standarisasi
pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan globalisasi.
3.
Standarisasi
pendidikan nasional merupakan suatu tuntutan dari kemajuan (progess) [3]
Selanjutnya masalah dana pendidikan dalam artikel
tersebut menyatakan “selama ini kesan kuat bahwa pendidikan yang berkulitas
mesti bermodal atau berbiaya besar. tapi oleh pemerintah itu tidak
ditanggapi,kita lihat saja anggaran pendidikan dalam APBN itu. Padahal semua
tahu bahwa pendidikan akan membaik jika pengajarnya berkompetensi baik dan
cukup dana untuk memfasilitasi kegiatan pembelajaran.” Saya sependapat dengan
pernyataan itu mengenai pendidikan yang berbiaya besar, tapi berbiaya besar
maksudnya dalam artian pemerintah harus benar-benar mengalokasi dana pendidikan
minimal 20% dari total APBN guna meningkatkan mutu dan maupun fasilitas belajar
mengajar yang belum memadai. Karena salah satu faktor yang menjadi penentu
utama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan nasional kita, tidak lain
adalah faktor alokasi anggaran di bidang pendidikan. Sesuai ketentuan mengenai
anggaran pendidikan telah di amanatkan secara langsung oleh UUD negara RI tahun
1945 dalam pasal 31 ayat (4) yang berbunyi “Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
“Bahkan terhadap pengalokasian anggaran tersebut telah
ditegaskan kembali pada pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang berbunyi “Dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daearah
(APBD)”.dengan demikian ketentuan tersebut berarti telah menggariskan bahwa
anggaran 20% harus benar-banar murni di luar gaji guru dan biaya pendidikan
kedinasan lainnya. Namun demikian, berdasarkan realitas yang terjadi di
lapangan tidak sejalan dengan apa yang telah di amanatkan oleh UUD 1945 dan UU Sisdiknas. Angggaran
sebesar itu tidaklah cukup untuk menunjang pendidikan di masa kini, yang mana
masih banyak problema-problema pendidikan yang di hadapi, sarana dan prasarana
yang kurang memadai serta fasilitas-fasilitas yang kurang terpenuhi.” [4]
Disitulah letak kurang optimalnya pelaksanaan pendidikan.
Kita lihat saja biaya pendidikan di indonesia masihlah mahal sementara mutu
pendidikan juga belum cukup meningkat, lantas bagaimana dengan nasib masyarakat
miskin atau kurang mampu yang ingin memperoleh pendidikan? pastilah menyulitkan
mereka. padahal, undang-undang dasar negara kita menggariskan bahwa semua warga
negara berhak memperoleh pendidikan yang layak. contoh lainnya setiap menjelang
tahun ajaran baru, dapat kita saksikan penerimaan siswa baru dari tingkat TK
hingga SMU,dan bahkan perguruan tinggi, orang tua dan atau bersama anaknya akan
berebut/bersiang untuk bisa di terima di sekolah favorit dengan biaya yang
cukup besar. Pada saat seperti itu, melihat kenyataan bahwa ketika anak yang
berasal dari keluarga kaya antri di sekolah-sekolah elite,anak dari keluarga
miskin menghadapi banyak kesulitan. Berbekal nilai yang rendah dan dana yang
sangat terbatas, merekapun tidak mempunyai pilihan , bahkan sekalipun nilai
memadai untuk melanjutkan ke sekolah bermutu, mereka tidak akan pernah bisa
masuk dengan persyaratan yang rumit serta dana yang mahal kecuali jika mereka memperoleh beasiswa itupun
biasanya juga hanya berlaku untuk sebagian anak yang beruntung dan memiliki
prestasi tinggi.
Di tinjau dari upaya pemerintah dalam mengatasi hal
tersebut, Memang benar ada upaya pemerintah yang kini mulai di wujudkan dengan
adanya program pemerintah berupa bantuan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang
sangat membantu meringankan beban bagi mereka yang kurang mampu untuk
bersekolah sesuai dengan aturan wajib belajar 9 tahun yaitu mulai dari tingkat
SD-SMP. Serta membantu kelancaran proses belajar mengajar dan perbaikan
fasilitas-fasilitas sekolah. Namun di perguruan tinggi, hendaknya
pemerintah mengevaluasi kembali
kebijakan PTN yang mematok biaya tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru melalui
seleksi mandiri khususnya . kebijakan tersebut di nilai tidak adil karena todak
membuka kesempatan bagi orang miskin
untuk mendapatkan hak pendidikan di bangku kuliah.
Kemudian peran orang tua asuh dalam rangka wajib belajar
9 tahun, di harapkan semua orang yang mampu bersedia menjadi orangtua asuh
karena syarat utamanya ialah kemanusiaan, keikhlasan, dan rasa kasih sayang
kepada anak yang kurang mampu. Progam orang tua asuh bagi anak yang kurang
mampu usia 7-12 tahun ini bertujuan untuk mensukseskan wajib beljar, suatu
upaya bersama dengan dilandasi kemanusiaan,keikhlasan dan kasih sayang untuk
anak-anak yang kurang mampu agar dapat belajar dengan baik. Mengenai tata cara
penyerahan bantuan dan hak orangtua asuh, sebagaimana dijelaskan dalam buku
berjudul Kebijakan-Kebijakan Pendidikan,1995 ; hal.124 karya Drs. Ary
H. Gunawan yaitu “orang tua asuh menyerahkan bantuan yang telah
disanggupinya kepada anak asuh melalui
Kepala Sekolah atau Lembaga Pendidikan Dasar atau melalui Kelompok Kerja
Wajib Belajar atau melalui Lembaga sosial yang telah di tentukan. Hak yang miliki [5]oleh
orang tua asuh yaitu salah satunya untuk menentukan besarnya bantuan yang
diberikan secara jangka waktu pemberian bantuan (satu tahun atau lebih). Serta
berhak mengetahui proses pemberian bantuan dan penggunaannya oleh anak asuh. Pancanangan
program Orangtua Asuh bagi anak kurang mampu dalam rangka Wajib belajar ini
Telah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Prof.
Dr. Nugroho Notosusanto di kompleks SD Pujokusuman Yogyakarta pada hari Senin
tanggal 23 juli 1984.”
DAFTAR PUSTAKA
Yunuf,
M. Firdaus. 2005. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Yogyakarta.Logung
Pustaka.
Irawan,Ade
dkk. 2004. Mendagangakan sekolah. Jakarta Selatan: Indonesia Corruption
Watch.
Tilaar,
H.A.R.2006.Standarisasi Pendidikan Nasional. Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta
: RINEKA CIPTA.
Gunawan,
H. Ary.2005 Kebijakan-Kebijakan Pendidikan. Jakarta : RINEKA CIPTA.
Petunjuk
Pelaksanaan Tentang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, TAMITA UTAMA, 2003.
.
[1]
Firdaus M. Yunus, “Pendidikan
Berbasis Realitas sosial”(Jogjakarta : 2005) hlm.104
[2]
H.A.R Tilaar.Standarisasi Pendidikan Nasioanal
(Jakarta: Rineka Cipta,2006) dan hlm.167
[3]
H.A.R Tilaar. Standarisasi
Pendidikan nasioanal (Jakarta : PT Rineka Cipta,2006)hlm.76-77
[4]
Ade irawan dkk. Mendagangkan Sekolah
(Jkarta Selatan: Indonesia Corruption Watch,2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar